Mengapa Vanuatu ‘Mengusik’ NKRI di Sidang Umum PBB?

30 September 2019 09:01

GenPI.co - Pada 28 September 2019, Perdana Menteri Vanuatu Charlot Salwai Tabismasmas berpidato di hadapan majelis dalam Sidang Umum PBB di New York.

Ia mengatakan, para pemimpin dunia harus membantu orang-orang Papua Barat. 

"Kami (juga) mengecam pelanggaran hak asasi manusia terhadap masyarakat adat Papua Barat," lanjut Tabismasmas seperti yang dikutip SBS Australia, Sabtu (29/9).

Menteri Luar Negeri Vanuatu Ralph Regenvanu ikut-ikutan mengeluarkan pendapatnya pada kesempatan terpisah di sela rangkaian agenda Majelis Umum.

"Kami sangat khawatir karena saat ini sedang ada krisis yang terjadi," imbuhnya. 

Vanuatu pun mendesak negara Pasifik besar, khususnya Australia untuk bertindaksecara substansial terhadap isu Papua Barat.


Menteri Luar Negeri Vanuatu, Ralph Regenvanu (Sumber foto: Solomon Times)

Vanuatu,  negara kecil di Lautan Pasifik, tampak begitu ‘peduli’ dengan kemerdekaan Papua Barat. 

Namun, apa yang dilakukan Vanuatu itu justru mendapat gertakan dari perwakilan Indonesia. Delegasi Indonesia bahkan menggunakan hak jawab (rights of reply) atas pernyataan yang disampaikan PM Vanuatu itu. Delegasi Indonesia menyebut pernyataan negara Pasifik itu merupakan langkah tak bertanggung jawab dan berselubung motif.

"Kami mempertanyakan motif dan langkah Vanuatu yang tidak bertanggung jawab," kata Rayyanul Sangaji, delegasi Perwakilan Tetap RI untuk Markas PBB New York, kepada Majelis Umum PBB pada 28 September 2019, seperti dikutip dari webtv.un.org, Sabtu (29/9/2019).

"Mereka menyoroti isu hak asasi manusia di Papua, tetapi motif mereka sebenarnya adalah mendukung kelompok separatisme Papua," lanjut Rayyanul.

"Vanuatu menjual janji palsu ... dan langkah provokasinya yang berlanjut telah memicu konflik," ujarnya. 

 Rayyanul mengatakan, provokasi Vanuatu yang menyulut konflik telah menyebabkan kerusakan infrastruktur di Papua, ratusan rumah terbakar, fasilitas publik rusak, dan nyawa warga sipil yang tak bersalah hilang.

Salah satu ekses dari provokasi itu adalah demo berujung rusuh di Wamena pada awal pekan ini.

Delegasi Indonesia pun menekankan kepada Majelis bahwa pihaknya  berkomitmen mempromosikan dan melindungi hak seluruh rakyat Indonesia, termasuk orang Papua.

Rayyanul juga mendesak Vanuatu untuk kembali membaca dan memahami fakta-fakta legal dan sejarah  agartidak mengulangi kesalahan yang sama, lagi dan lagi. Hal itu merujuk pada langkah Vanuatu yang telah menggunakan Sidang Majelis Umum PBB untuk mengangkat isu Papua selama beberapa tahun terakhir.

"Papua, sejak deklarasi kemerdekaan Indonesia, adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diperkuat dengan Resolusi Majelis Umum PBB 2504," ucap Rayyanul.


Diplomat Indonesia Rayyanul Sangaji menyampaikan hak jawab terhadap klaim Vanuatu terkait dugaan pelanggaran HAM di Papua pada sesi debat terbuka, Sidang PBB (Sumber foto: Antara Foto/ UN-WEB TV/ Genta Tenri)

Melihat perjalanan Vanuatu ke belakang terkait Papua, negara kecil ini beberapa kali memanfaatkan Kajian Periodik HAM di PBB untuk mengangkat isu pelanggaran HAM Papua.

Seperti sejak saat gelaran Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa Februari 2019 lalu, Vanuatu koar-koar soal isu Papua untuk mendukung kemerdekaan Papua Barat.

Mengapa gencar ‘mengusik’ NKRI dan mengangkat isu Papua?


Masyarakat Vanuatu (Sumber foto: Pixabay)

Diketahui, Vanuatu selalu mendukung separatisme Papua Barat. Negara kecil ini bahkan membentuk Pasific Islands of West Papua (PIWP), untuk menjaring dukungan dari negara-negara Pasifik. Anggota-anggotanya di antaranya Kepulauan Solomon, Nauru, Kepulauan Marshall, Palau, tuvalu, Kiribati dan Tonga.

Historis, adalah alasan yang kuat menurut Vanuatu untuk mendukung separatisme Papua Barat. Mereka menarik historia masa lalu Vanuatu. Sekertaris Parlemen Vanuatu, Jonas Kanopo, dalam wawancaranya di dailypost.vu mengatakan, mencegah kepunahan masyarakat Papua dari tanahnya sendiri adalah alasan negara Vanuatu ikut memperjuangkan kemerdekaannya dari Indonesia.

Dalam sejarahnya, Vanuatu sebelumnya bernama New Hebrides, ketar-ketir akan kehilangan tanah dan identitas mereka di wilayah sendiri. Bagi mereka, bertahan dari kepunahan adalah alasan bagi Vanuatu untuk ikut mendorong gerakan Papua Merdeka.

Sehingga, setiap gelaran PBB, Vanuatu selalu mengusik Indonesia dengan isu yang sama, HAM di Papua.

Sementara itu, bagi Indonesia, langkah Vanuatu ini selalu bisa ditebak dan telah diperkirakan.

Pelaksana tugas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, pada hari Rabu (25/9/2019) telah memprediksi bahwa akan ada satu-dua negara yang mengangkat isu Papua dan Papua Barat di sidang majelis umum. 

Ia menjelaskan, dalam rangkaian sidang Majelis Umum PBB di tahun ini, sama sekali tidak ada agenda membahas Papua.

"(Namun) hanya satu negara Pasifik itu sebenarnya yang selama ini usil dengan mengangkat isu Papua (di Majelis Umum PBB). Kalau (ada) diangkat (isu Papua), Indonesia punya hak untuk menjawab (right of reply), memberikan tanggapan dan meluruskan apabila ada hal-hal yang (dibahas di majelis umum) mengaitkan dengan kepentingan politik domestik negara itu."

The Guardian pernah mengutip pernyataan delegasi Indonesia di PBB tahun 2018, Aloysius Selwas Taborat, saat penyampaian hak jawab kala Vanuatu membawa isu Papua.

"Dukungan yang tidak dapat dimaafkan ini bagi individu separatis jelas ditunjukkan dengan dimasukkannya sejumlah orang dengan catatan kriminal serius dan agenda separatis dalam delegasi mereka ke PBB."

Taborat mengatakan bahwa rakyat Papua telah "sekali dan untuk semua menegaskan kembali Papua adalah bagian yang tidak dapat dibatalkan dari Indonesia" dan bahwa itu "final, tidak dapat dibalikkan dan permanen", merujuk pada Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera atau Act of Free Choice) 1969 yang diadopsi menjadi Resolusi Majelis Umum PBB 2504.

Baca juga:

Benny Wenda Tolak Upaya Pemerintah Membangun Papua?

Mengaku Hadiri Sidang PBB, Benny Wenda Diusir Tak Boleh Masuk

Upaya pun terus dilakukan oleh Vanuatu. Seperti berani menyusupkan aktivis sekaligus ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda, ke dalam Dewan HAM PBB. 

Namun, menyesuaikan adanya peraturan ketat terbaru PBB, yakni hanya negara yang bisa mewakili negaranya dan masuk dalam delegasi di Sidang Umum PBB, maka, Benny Wenda disuir masuk ke ruang sidang majelis bersama delegasi Vanuatu.

Meskii sudah dilarang masuk, Benny Wenda tetap ‘berani’ mengunggah di media sosial Twitter dirinya seolah hadir di tengah-tengah sidang dan memperjuangkan krisis kemanusiaan termasuk yang terjadi di Indonesia. 

 

 

Jangan lewatkan video populer ini:

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Maulin Nastria

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co