Rekayasa Karangan Bunga Pojokkan Munarman, Dendam Berbahaya...

30 April 2021 06:15

GenPI.co - Akademisi Rocky Gerung blak-blakan menilai sikap pemerintah gagal dalam merawat kebersamaan. 

Hal tersebut terkait sejumlah karangan bunga berjejer di luar Gedung Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sebagai bentuk pujian dari masyarakat kepada Polri yang telah menangkap Munarman.

BACA JUGA: Kesaksian Jemaah: Intel Masuk Masjid, Suasana Mencekam, Munarman

Hal tersebut diungkapkan Rocky Gerung dalam video yang diunggah melalui kanal YouTube miliknya.

"Jadi terlihat bahwa dendam itu berjalan lebih cepat dari humanity (solidaritas). Keadaan yang semacam ini yang bukan sekadar membahayakan tapi membuyarkan ide tentang Indonesia," jelas Rocky Gerung.

Apalagi, dalam penangkapan Munarman yang terjadi pada Selasa (26/4) lalu belum ada tidak lanjut keputusan dari pengadilan.

"Apalagi bunga yang insinuatif itu. Padahal, pengadilan saja belum berlangsung tapi sudah ada ucapan 'selamat menikmati penjara', apa segala macam," tegas Rocky Gerung dikutip GenPI.co, Kamis (29/4).

BACA JUGA: Rezeki Ajaib Bulan Mei Bikin 4 Zodiak Hidupnya Makin Sempurna

Rocky Gerung membeberkan, dengan adanya karangan bunga di Bareskrim Polri bisa saja bentuk provokatif.

"Itu jelas bunga yang provokatif dan itu tidak layak diperlihatkan oleh manusia yang mengerti asal usul persahabatan di dalam perbedaan politik. Itu soalnya tuh," beber Rocky Gerung.

Menurut Rocky Gerung, bangsa Indonesia terpecah karena karangan bunga yang dikirim seperti berbunyi ejekan kepada Munarman. Padahal hal itu sudah sewajarnya tugas Polri.

"Bangsa ini terpecah karena bunga yang dikirim di situ, ada yang seperti berbunyi nyukurin Munarman. Jadi kalau kita lihat, sebenarnya memang tugas Polri untuk menegakkan hukum untuk menangkap orang," ujar Munarman.

Sementara itu, menurut Pengamat Komunikasi dan Politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga, pesan-pesan dukungan itu tentu wajar dalam negara demokrasi. 

Hanya saja, pesan dukungan melalui karangan bunga itu menjadi tidak wajar bila kehadirannya hasil rekayasa. 

Individu atau lembaga tertentu memesan karangan bunga dengan pesan hampir senada dibuat seolah-olah dari sumber yang berbeda. 

"Dalam kasus karangan bunga untuk Polri, anehnya pemberi karangan bunga tidak dicantumkan. Hal ini membuat pihak yang menerima dukungan (Polri) tidak mengetahui siapa atau lembaga mana yang mendukungnya," jelas Jamiluddin kepada GenPI.co, Kamis (29/4).

Oleh sebab itu, sulit menelusuri apakah karangan bunga tersebut berasal dari sumber yang sama atau berbeda. 

"Semoga saja disampaikan oleh masyarakat dengan setulus-tulusnya, bukan rekayasa dari pihak-pihak yang mencari muka. Kalau itu yang terjadi, maka pesannya sudah memuat kebohongan publik. Tentu hal itu akan menyesatkan masyarakat," tegasnya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co