Zaman Soeharto Ngeri di Penjara dan Peluru, Hari Ini Takut...

22 Mei 2021 16:40

GenPI.co - Pengamat Politik Arif Susanto blak-blakan menilai runtuhnya otoritarianisme rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto tidak otomatis membawa Indonesia kepada demokrasi yang terkonsolidasi.

Seperti diketahui, pada 21 Mei ditetapkan sebagai hari peringatan reformasi. Saat ini sudah 23 tahun rezim Orde Baru tumbang. 

BACA JUGA: Tangis Rachmawati Soekarnoputri Mendadak Pecah, Bongkar Tragedi

"Sekarang bagaimana kita melihat demokrasi di Indonesia hari ini? Kita mengalami kemunduran," jelas Arif Susanto dalam diskusi virtual bertajuk ‘23 Tahun Reformasi: Rakyat Masih Menderita’, Kamis (20/5).

Menurut Arif Susanto, di antara cita-cita pokok dalam reformasi ada dua yang sangat esensial. Yakni, Indonesia yang adil dan demokratis.

"Kalau kita melihat dua ini, apakah kita menjadi lebih adil dan demokratis? Jawabannya jelas tidak," ungkapnya.

Arif Susanto juga menyoroti berbagai pelanggaran HAM di Indonesia. Mulai dari pelanggaran yang terjadi pada tahun 1965 hingga pelanggaran yang terjadi pada Mei 1998.

BACA JUGA: Suara Lantang Habib Rizieq Bikin Hakim dan Jaksa Terpaku, Kaget

"Pemerintah pada dasarnya tidak punya kehendak baik untuk menyelesaikan pelanggaran di masa lampau. Tidak hanya itu, kini juga ditambah dengan pembatasan kebebasan,” Jelas Arif Susanto.

Menurutnya, hari ini pembatasan kebebasan lebih dari masa Soeharto. Sebab, kata Arif Susanto, pada masa lampau yang paling ngeri dan ditakutkan hanyalah penjara serta peluru.

"Kalau hari ini, boleh jadi orang tidak dipenjara dan ditembak. Akan tetapi kalau akun media sosialnya dibajak itu artinya ada juga pembatasan kebebasan," pungkas Arif Susanto.(*) 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan Reporter: Panji

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co