LaNyalla Ingin DPD jadi Saluran Capres Non-Partai, Ini Alasannya

25 Mei 2021 08:40

GenPI.co - Adanya wacana capres perorangan atau dari non-partai politik untuk bisa ikut ambil bagian di Pilpres dikemukakan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

LaNyalla mengatakan DPD merupakan utusan seluruh daerah di Indonesia.

BACA JUGALaNyalla Temui OSO, Presidential Threshold Salah Satu Bahasan

Karena itu, ujar dia, idealnya bisa menjadi saluran bagi putra atau putri terbaik bangsa nonpartisan yang ingin maju sebagai calon presiden atau wakil presiden dari jalur perseorangan.

Dia menyatakan sikap setujunya terkait adanya wacana amendemen konstitusi ke-5, demi perbaikan dan koreksi atas perjalanan amendemen pertama hingga keempat mulai 1999 hingga 2002. 

“Dengan demikian jalur perseorangan atau non-partai politik bisa ikut ambil bagian dalam pesta demokrasi Pilpres," kata LaNyalla di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin (24/5/2021).

Hal itu dikemukakannya, saat menjadi pembicara utama dalam focus group discussion (FGD) bertema "Amandemen Ke-5 Calon Presiden Perseorangan dan Presidential Threshold" di Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM).

BACA JUGAGanjar Pranowo Tak Diundang PDIP, Pengamat: Megawati Khawatir

LaNyalla mengatakan, hanya parpol yang bisa mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden sejak amandemen UUD 1945.

Kondisi tersebut, tambah dia, menyebabkan tertutup saluran bagi putra dan putri terbaik di luar kader partai, atau mereka yang tidak bersedia menjadi kader partai.

Padahal, UUD NRI 1945 telah menyebutkan bahwa setiap warga negara memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD NRI Tahun1945 menyebutkan bahwa warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

LaNyalla juga menyebutkan Pasal 28D Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Dalam Pasal 28D Ayat (3) yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

"Lalu mengapa untuk menjadi kepala pemerintahan, dalam hal ini untuk menjadi calon presiden, harus anggota atau kader partai politik saja?,” ujarnya. 

Persoalan ini ditambah lagi dengan tidak semua partai bisa mengusung kadernya, karena adanya presidential threshold. 

“Jadi, di sini sebenarnya telah terjadi ambiguitas dan sesuatu yang paradoksal. Apalagi, jika kita melihat keberadaan Dewan Perwakilan Daerah," kata LaNyalla.

Menurut dia, keberadaan DPD RI menjadi tumpul sehingga merugikan suara pemangku kepentingan dan rakyat di daerah yang diwakili oleh mereka.

Padahal, sebelum amendemen, DPD RI adalah utusan daerah yang juga anggota MPR RI. 

DPD terlibat secara aktif di MPR RI untuk mengusulkan dan menentukan pasangan calon presiden/wakil presiden. Pada saat ini anggota DPR RI dan DPD RI sama-sama duduk sebagai anggota MPR RI hasil dari pemilu.

Dia menjelaskan bahwa anggota DPR RI adalah representasi partai politik, sedangkan anggota DPD RI adalah representasi daerah dan diakui sebagai lembaga politik yang diisi oleh orang-orang yang nonpartisan. Pasalnya, anggota DPD RI dilarang sebagai pengurus partai politik.

"Akan tetapi, DPD RI sebagai lembaga politik tidak dapat menjadi saluran untuk mewadahi amanat konstitusi, seperti tertera dalam Pasal 28D Ayat (3) yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan," katanya.

Alasan itu, kata dia, membuat sejumlah pihak, baik dari kalangan akademikus, aktivis, maupun politikus, mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

Banyak pemangku kepentingan yang merasa tertutupnya peluang calon presiden dari unsur nonpartai politik tidak sesuai dengan semangat reformasi.

Begitu juga presidential threshold partai politik yang merugikan suara rakyat yang disalurkan kepada partai politik yang sedang dan kecil.

Menurut dia, hal itu menunjukkan di tengah masyarakat terjadi kerisauan dan kebuntuan saluran dalam konteks pemenuhan hak setiap warga negara untuk dipilih dan memilih. (*/ant)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Linda Teti Cordina

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co