GenPI.co - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) blak-blakan menginginkan Pilpres 2024 hanya diikuti dua pasangan calon.
PDIP akan menawarkan dan membangun koalisi demi mempersempit kesempatan partai lain untuk mengusung pasangan calon.
Menanggapi hal itu, pengamat komunikasi dan politik Jamiluddin Ritonga menyebutkan keinginan PDIP dikhawatirkan akan mengingkari demokrasi.
"Tentu bangsa ini tidak menghendaki perpecahan hanya karena Pilpres. Karena itu, elite partai harus lebih bijak dalam menentukan jumlah calon pada Pilpres mendatang," ujar Jamiluddin kepada GenPI.co, Kamis (3/6).
Keinginan dua calon, kata Jamiluddin juga melanggengkan partai besar. Yang mana partai menengah dan kecil dipaksa mengikuti mereka.
"Akibatnya, oligarki akan makin kuat di Indonesia. Hal ini tentu membahayakan eksistensi demokrasi di tanah air," jelasnya.
Akademisi itu mengungkapkan, pilihan para oligarki akan berimplikasi kepada kualitas calon yang diusung. Misalnya, orang-orang tak berkualitas tapi dekat dengan oligarki akan berpeluang diusung.
"Sementara anak bangsa yang berkualitas dan berintegritas yang jauh dari oligarki dengan sendirinya tersingkir. Akses untuk memimpin negeri ini jadi tertutup," ungkap Jamiluddin.
Selain itu, pengajuan dua pasang calon juga kurang sejalan dengan kehendak demokrasi. Idealnya, variasi pemilih juga diikuti variasi yang dipilih.
"Agar variasi pemilih diikuti variasi yang dipilih, pasangan calon idealnya lebih dari dua. Prinsipnya, makin banyak calon pasangan mencerminkan variasi pemilih," tegasnya.
Untuk itu, sebaiknya diberi ruang calon independen baik dari masyarakat maupun DPD. Sebab, kehadiran calon independen ini akan menguatkan demokrasi di Indonesia.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News