GenPI.co - Partai Demokrat memberi analisis seputar capres 2024. Bagi Demokrat, Indonesia tak hanya Jokowi dan Prabowo. Ada banyak figur lain yang dinilai mumpuni memimpin bangsa.
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra memberikan analisisnya.
Arahnya masih sama. Bila ingin maju, Indonesia disebut harus move on dari sosok Jokowi dan Prabowo.
Saat ini, Indonesia disebut memiliki calon pemimpin terbaik dalam beberapa tahun terakhir.
Dari jajaran kepala daerah ada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Sementara dari deretan pemimpin partai ada Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, Puan Maharani, dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Seakan-akan tanpa Jokowi dan Prabowo, Indonesia tidak akan bisa maju dan menjadi lebih baik," kata Herzaky dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (19/6).
Bagi Herzaky, sekarang justru menjadi momentum untuk membawa Indonesia lebih baik lagi.
Wacana Jokowi 3 periode pun dimentahkan Demokrat. Apa pun alasannya, presiden 2 periode dirasa jauh lebih baik ketimbang Jokowi 3 periode.
Herzaky menambahkan, Presiden Joko Widodo berulang kali telah menolak adanya rencana tiga periode.
Dirinya meyakini bahwa penolakan tersebut bukan basa-basi apalagi lip service belaka.
"Bapak Presiden Joko Widodo ingin dikenang sebagai pemimpin demokratis laiknya Bapak SBY," jelasnya.
Jokowi diyakini tak ingin dikenang sebagai presiden yang membawa Indonesia kembali ke masa kelam seperti di Orde Baru.
"Janganlah buat Indonesia mundur puluhan tahun dengan memaksakan rencana presiden tiga periode," tambahnya.
Saran dia, Komunitas Jokpro 2024 membentuk sukarelawan melawan covid-19/
Misinya membantu rakyat yang sedang susah karena krisis kesehatan dan krisis ekonomi.
"Jangan malah menghina rakyat Indonesia dengan wacana Jokowi tiga periode apalagi dengan lelucon tidak lucu Jokowi-Prabowo," tuturnya.
Herzaky mengatakan, kenyataannya sejak 2014 lalu, kontestasi antarkeduanya malah membelah masyarakat. Polarisasi yang terjadi justru meninggalkan luka mendalam di masyarakat.
"Kalau kemudian kita menyerahkan nasib Indonesia kembali kepada keduanya, seakan-akan Indonesia ini berhenti bergerak dan tidak ada kemajuan sejak 2014," sebutnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News