GenPI.co - Wakil Ketua MPR RI, Arsul Sani mengatakan penanganan masalah Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) diperlukan sensitivitas pemerintah.
Hal itu terkait perusakan tempat ibadah jemaah Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat.
Arsul juga tidak membenarkan adanya aksi main hakim sendiri dan harus berlandaskan hukum.
"Persoalan Ahmadiyah ini persoalan yang sensitif, jadi perlu sensitivitas juga dari jajaran pemerintahan," kata Arsul di DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (6/9/2021).
Sensitivitas tersebut, yakni peran aktif pemerintah daerah, misalnya menemukan konflik mengenai Ahmadiyah harus mengedepankan mediasi.
Anggota Komisi III itu mengatakan kasus tersebut terjadi merupakan bola salju dari sejumlah kasus yang sudah menumpuk.
“Inilah yang menurut saya harus ditengahi, bagaimana supaya ada satu situasi yang mana hak ekspresi beragama tidak bisa dilarang, tetapi di sisi lain tak mengguncang masyarakat,” bebernya.
Dia mengungkapkan selain Ahmadiyah, kelompok Syiah juga sering menimbulkan guncangan.
“Namun, banyak di daerah-daerah di dapil saya itu tidak jadi masalah karena ada kesepahaman di situ masyarakat," tuturnya.
Politikus PPP itu mengatakan Presiden Joko Widodo tak perlu turun tangan untuk menangani kasus tersebut.
"Kan, sudah ditangani, masa harus Presiden turun langsung, kan, polisi sudah menangani,” ucapnya.
Diketahui Masjid Ahmadiyah di Kecamatan Tempunak, Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar) dirusak oleh ratusan orang setelah salat Jumat.
Massa yang datang dan menghancurkan masjid, menggunakan berbagai alat mulai dari kayu, bambu, hingga batu.
Masjid itu merupakan tempat ibadah milik Jemaah Ahmadiyah Indonesia. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News