GenPI.co - Pengamat politik Zaki Mubarak turut mengomentari polemik Pemilu 2024 yang rencananya akan diundur.
Menurut Zaki, jadwal pemilu ditetapkan oleh UUD 1945, sehingga mengubah waktunya menyebabkan pelaksanaan pemilu berpotensi inkonstitusional.
"Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah tegas menyatakan 'Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali'," ujar Zaki kepada GenPI.co, Selasa (21/9).
Zaki menjelaskan, untuk memilih kepala daerah seperti gubernur, bupati, walikota berada di bawah rezim pemilu.
“Mengacu pada UU memang pemilu setiap 5 tahun sekali,” ucapnya.
Sementara itu untuk Pilkada 2022 adalah hanya daerah yang terpilih pada 2017.
“Jika Pilkada 2024, berarti kelajutannya 2019,” tegasnya.
Oleh karena itu, jika pemilu diundur atau dimajukan, hal itu dianggap melanggar undang-undang.
“Sebab, klausul setiap lima tahun itu UU nya tidak dijalankan,” tuturnya.
Dia meminta untuk pemerintah membuat UU tentang keadaan darurat.
“UU ini penting untuk mengantisipasi jika memang ada kondisi-kondisi darurat, seperti wabah, bencana alam, konflik sosial, yang menjadi alasan obyektif penundaan atau perubahan jadwal pemilu,” jelasnya.
Sebab, lanjut Zaki, jika mendasarkan UU yang ada, akan banyak memunculkan problematika, baik menyangkut legalitasnya maupun legitimasi politik. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News