GenPI.co - Peneliti Centra Initiative Erwin Natosmal Oemar ikut buka suara terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memberhentikan 56 pegawai tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan per 30 September.
Apalagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar tidak semua masalah dibebankan kepadanya, termasuk masalah internal KPK tersebut.
"Jokowi tidak bisa lepas tangan terhadap revisi UU KPK hasil inisiasinya," jelas Erwin Natosmal Oemar kepada GenPI.co, Kamis (23/9).
Menurutnya, segala bentuk aktivitas KPK kini menjadi tanggung jawab presiden karena lembaga tersebut kini sudah berada di bawah jajaran eksekutif.
"Sejak adanya revisi UU KPK, posisi KPK sudah ada dalam domain eksekutif, yang mana berpuncak pada presiden atau Jokowi itu sendiri," ungkapnya.
Erwin Natosmal Oemar juga mengkhawatirkan situasi dan isu yang mengatakan bahwa KPK akan menjadi alat politik di kemudian hari.
"Dengan keluarnya para pegawai terbaik dan independen yang dimiliki KPK, lembaga antikorupsi rentan dan potensial menjadi alat politik penguasa untuk menghadapi lawan-lawan politiknya," beber Erwin Natosmal Oemar.
Bukan tanpa alasan dirinya menyebut demikian. Pasalnya, menurut Erwin, awak KPK yang memiliki rekam jejak baik dan profesional menjadi pilar penting untuk menjaga marwah independensi.
"Karena, sejarah menunjukan bahwa tanpa adanya peran para pegawai yang independen tersebut, maka lembaga antikorupsi itu sulit untuk berjalan dengan profesional," kata Erwin Natosmal Oemar.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta agar dirinya tidak dilibatkan dnegan pemecatan 56 pegawai KPK tak lolos TWK yang jadi syarat untuk alih status menjadi ASN.
Jokowi beralasan bahwa dirinya menghormati proses yang masih berjalan di Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jangan apa-apa ditarik ke Presiden. Ini adalah sopan-santun ketatanegaraan. Saya harus hormati proses hukum yang sedang berjalan," ujar Jokowi.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News