Gaya Komunikasi Marah-marah Bu Risma Bikin Publik Tidak Simpati

05 Oktober 2021 11:20

GenPI.co - Pengamat politik Bambang Arianto menilai gaya komunikasi Menteri Sosial Tri Rismaharini yang kembali menampilkan karakter marah-marah justru membuat publik tidak simpati.

Pasalnya, menurut peneliti media sosial Institute for Digital Democracy (IDD) ini gaya komunikasi marah-marah yang berulang-ulang, kerap menimbulkan dugaan seperti sebuah kesenganjaan untuk menarik simpati publik.

Memang kita akui bahwa diawal-awal era reformasi, gaya komunikasi marah-marah tentu akan mendapat banyak simpati publik.

BACA JUGA:  Sekjen Kemensos: Bu Risma Marah, Wajar

Sebab, kala itu memang kita sulit menemukan pemimpin atau pejabat publik yang berani tegas, apalagi berani memarahi bawahannya ketika melakukan kesalahan di depan umum.

"Tapikan, konteks kekiniaan tentu sangat berbeda. Apalagi, dengan makin pentingnya media sosial dalam kehidupan masyarakat, membuat setiap orang akan cepat menerima informasi tersebut. Bayangkan saja, bila setiap saat orang disuguhi video marah-marah secara berulang-ulang kali, tentu akan membuat bosan dan semakin membuat publik tidak bersimpati," terangnya dikutip GenPI.co, Selasa (5/10).

BACA JUGA:  Fahri Hamzah Sentil Mensos Risma: Kalian Itu Hidup Dalam Akuarium

Dampak negatif lainnya tentu gaya marah-marah ini bisa menjadi bumerang bagi masa depan politik Bu Risma kedepan.

Sebab di era media sosial, konten marah-marah ini akan bisa saja dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk dikemas menjadi konten negatif dengan tujuan menjatuhkan nama baiknya.

Padahal pasti kita tahulah, seorang figur politik seperti Bu Risma tidak mungkin tidak memiliki kepentingan untuk terus berkontestasi dalam kancah politik masa mendatang.

Apalagi kabarnya Bu Risma akan ikut berkontestasi di Pilkada DKI Jakarta. yang artinya, akan lebih bijak, bila Bu Risma juga mendengar masukan para peneliti atau pengamat untuk berani menurunkan tensi marah-marahnya didepan umum

"Sebab bagaimanapun, masyarakat Indonesia memiliki karakter yang masih taat dengan nilai-nilai sosial seperti selalu berempati dan saling menghargai orang lain. Artinya, kalau bisa dibicarakan baik-baik mengapa harus marah-marah," pungkasnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Landy Primasiwi

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co