GenPI.co - Akademisi politik Rochendi menilai bahwa gugatan terkait ambang batas presiden (presidential threshold) 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK) sudah tepat.
Pasalnya, ambang batas presiden (presidential threshold) 20 persen sudah menciptakan rezim pemerintahan oligarki.
“Presidential threshold 20 persen itu jadi penghalang bagi jalannya demokrasi di Indonesia,” ujarnya kepada GenPI.co, Selasa (21/12).
Rochendi mengatakan bahwa pemerintah saat ini cenderung mengeluarkan kebijakan yang hanya akan menguntungkan segelintir pihak. Sementara itu, masyarakat sama sekali tak diuntungkan.
“Keputusan yang seharusnya untuk kepentingan orang banyak justru dibuat hanya untuk memenuhi syahwat segelintir orang. Ini sangat berbahaya,” katanya.
Oleh karena itu, Rochendi mendukung langkah Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Wakil Ketua Umum Gerindra Feri Juliantono, Anggota DPD Bustami Zainuddin dan Fachrul Razi yang meminta ambang batas presiden menjadi 0 persen.
Seperti diketahui, keempat pihak itu diwakili oleh pakar hukum tata negara Refly Harun sebagai kuasa hukum.
“Refly adalah seorang pakar hukum tata negara, sehingga dia tak akan salah dalam memilih klien untuk diwakili,” ungkapnya.
Selain itu, Rochendi menilai suara masyarakat kerap tak didengar oleh pemerintah yang hari ini sangat berpihak pada oligarki.
Sebab, siapa pun yang menyatakan pendapat berbeda dengan pemerintah kerap dimusuhi, bahkan dikriminalisasi.
“Ini sebuah hal yang sangat berbahaya untuk iklim demokrasi di Indonesia. Kenapa kita tak diberi ruang untuk berbeda? Apakah menjadi berbeda dinilai seberbahaya itu?” tuturnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News