GenPI.co - Eks Sekretaris Bantuan Hukum DPP FPI Aziz Yanuar menegaskan tidak sepakat atas proses sidang kasus penembakan 6 laskar itu.
Seperti diketahui, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Ohorella, baru saja dituntut 6 tahun penjara terkait perkara unlawful killing terhadap Laskar FPI.
Tuntutan dibacakan secara terpisah oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/2).
Menurutnya, pihak FPI dan keluarga korban menginginkan kasus itu digelar di pengadilan hak asasi manusia (HAM).
"Seharusnya diselesaikan dengan peradilan HAM. Itu saja satu-satunya keinginan kami dan keluarga korban," kata Aziz, dikutip dari JPNN.com, Rabu (23/2/2022).
Aziz mewakili keluarga korban bahkan menentang digelarnya sidang tersebut karena tidak di pengadilan HAM.
"Dengan sidangnya saja tidak sepakat, tentu seluruh prosesnya tidak sepakat," tegas dia.
Lebih lanjut, Aziz menilai seharusnya penegak hukum menyadari adanya beragam luka pada tubuh korban sebagaimana dakwaan JPU.
Dia menambahkan dakwaan JPU itu menjadi bukti nyata adanya pelanggaran HAM berat atas insiden tersebut.
"Dakwaan yang disampaikan JPU itu membantah pernyataan Komnas HAM yang menyebut bahwa peristiwa itu bukan pelanggaran HAM berat," tuturnya.
Sebelumnya, Briptu Fikri dan Ipda Yusmin didakwa melakukan tindakan penganiayaan yang mengakibatkan kematian secara bersama-sama.
Akibat ulahnya, ada enam eks Laskar FPI tewas tertembus timah panas.
Jaksa menyatakan, perbuatan Fikri Ramadhan dan M. Yusmin Ohorella merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.(cr3/jpnn)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News