GenPI.co - Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menilai wacana penundaan pemilu adalah kemasan baru sebagai upaya mewujudkan presiden 3 periode.
Titi menjelaskan penundaan pemilu masih dalam satu rangkaian dengan memperpanjang masa jabatan presiden.
Menurut Titi, perbedaannya hanya terletak pada instrumen yang digunakan dalam upaya memperpanjang masa jabatan presiden.
"Presiden 3 periode itu instrumennya pemilu. Kalau penundaan, memperpanjang masa jabatan tanpa pemilu," ujarnya dalam diskusi bertajuk Usulan Jabatan Presiden Diperpanjang, Gimana Nasib Kepala Daerah? di Jakarta Selatan, Minggu (27/2).
Titi mengatakan penundaan pemilu bisa membuat jabatan presiden lebih dari tiga periode tanpa harus berkeringat mengikuti pemilihan.
Menurut Titi, hal itu sangat berbahaya. Sebab, konstitusi Indonesia membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden untuk satu periode ialah lima tahun.
Selain itu, presiden dan wakil presiden hanya bisa menjabat maksimal dua periode.
"Artinya, dalam satu periode itu tidak boleh lebih. Tidak boleh kurang dari lima tahun," ungkapnya.
Selain itu, jika ada upaya menunda pemilu, konstruksi UUD 1945 tidak mengenal bagaimana pengisian posisi presiden dalam jangka waktu penundaan.
"Konfigurasi parlemen saat ini sangat mungkin melakukan amendemen konstitusi dengan menyatakan bahwa presiden menjabat bisa mengisi posisi tersebut jika dilakukan penundaan pemilu," tuturnya.
Namun, Titi menilai tak ada landasan morel dan pertanggungjawaban sosial untuk mengubah konstitusi sesuai dengan kepentingan kekuasaan.
Oleh karena itu, Titi menyarankan pemerintah konsisten mengikuti jadwal pemilu yang sudah diputuskan KPU, yaitu pada 14 Februari 2024.
"Dengan demikian, dunia usaha pun mendapat kepastian hukum dan politik terkait agenda politik dalam waktu-waktu yang sudah diputuskan," paparnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News