GenPI.co - Pernyataan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra keras soal penundaan pemilu yang bisa melanggar konstitusi UUD 1945.
Yuril pun mengingatkan jika presiden melanggar konstitusi maka akibatnya akan fatal salah satunya bisa dilengserkan.
“Kalau saya sih menasihatkan kepada pak Jokowi ya tetap menaati konstitusi UUD 45," kata Yusri, dikutip dari YouTube Hersubeno Point, Senin (28/2).
Dia khawatir jika Presiden Jokowi nekad memperpanjang masa jabatannya dengan memundurkan pemilu maka rakyat bisa bergerak menjatuhkan atau melengserkannya seperti pada zaman Soeharto.
“Orang bisa mengatakan kalau begini ini pelanggaran terang-terangan terhadap UUD 45 (bisa di) impeachment (pemakzulan) presiden nah begitu,” jelasnya.
Yusril menyebut salah satu cara menunda pemilu yang konstitusional adalah dengan presiden mengeluarkan dekrit.
“Pak jokowi akan menghadapi kritik yang luar biasa kalau di dekrit ini kan ujung-ujungnya menambah UUD 1945 juga ya kan," bebernya.
Menurutnya, untuk saat ini menerbitkan dekrit tak semudah zaman Soekarno.
"Nggak seperti tahun 1959 Bung Karno dengan mudah mengeluaran dekrit. Sekarang saya rasa enggak semudah itu , saya tidak menyarankan langkah itu ditempuh," ujarnya.
Yusril mengatakan dua kali bertemu Presiden Jokowi dan berbicara masalah penundaan pemilu.
“Beliau saya agak ledek-ledekin, ‘Lha ini mau bikin ibu kota baru berapa tahun nih pak? Jangan-jangan tunggu tiga periode. Beliau menjawab, ‘Hahaha tiga periode katanya, kan situ yang lebih ngerti apa cantolan konstitusionalnya hayo, enggak ada toh masak saya disuruh nabrak konstitusi’,” kata Yusril.
Dia pun menyimpulkan dari apa yang dikatakan Jokowi, jika tak ada kemauan mantan Gubernur DKI Jakarta itu untuk memperpanjang masa jabatannya.
“Saya fikir secara zahir beliau ya bilang begitu, dan itu yang saya pegang. Ini mudah-mudahan ini memang kemauannya Pak Jokowi,” pungkas Yusril Ihza Mahendra. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News