GenPI.co - Peneliti Centra Initiative Erwin Natosmal Oemar menilai Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan salah memahami makna hak saat menolak membongkar terkait 110 juta orang pengguna media sosial ingin pemilu ditunda dalam Big Data.
Sebelumnya, Luhut mengaku memiliki hak untuk tidak menyebarkan informasi terkait 110 juta orang pengguna media sosial ingin pemilu ditunda dalam Big Data kepada publik.
"Luhut tidak bisa berlindung dibalik kebebasan menyampaikan pendapat," ujar Erwin kepada GenPI.co, Jumat (15/4/2022).
Menurutnya, Luhut merupakan pejabat publik yang punya kewenangan dan pengaruh membuat kebijakan.
Oleh sebab itu, Luhut perlu menjamin transparansi Big Data yang mengeklaim adanya 110 juta penduduk ini.
"Presiden dan DPR harus meminta Luhut untuk membuka data yang dimilikinya," tegas Erwin.
Selain itu, Luhut harus mundur dari jabatannya apabila Big Data yang dia klaim tidak pernah ada atau hanya bagian dari strategi 3 pemilu saja.
"Harus ada mekanisme pertanggungjawaban publik seperti meletakan jabatan publiknya," tuturnya.
Sebelumnya Luhut menolak membeberkan isi Big Data yang dia klaim di depan mahasiswa Universitas Indonesia (UI).
Dalam kesempatan tersebut, Luhut mengatakan dirinya memiliki hak dalam menyimpan informasi terkait isi Big Data.
"Kamu enggak berhak juga menuntut saya. Sebab, saya juga punya hak untuk tidak memberitahu," ungkap Luhut di depan massa mahasiswa UI.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News