GenPI.co - Pakar Tata Hukum Negara Refly Harun menilai bahwa usulan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukan tindakan makar atau kriminal.
Di sisi lain, tuntutan agar Presiden Jokowi mundur dari jabatan tak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal.
“Saya tak setuju keduanya dinilai sebagai orang yang membuat tindakan makar atau kriminal. Keduanya sama-sama aspirasi,” ujarnya dikutip dari kanal YouTube Refly Harun, Sabtu (16/4).
Meskipun begitu, Refly menuturkan hal membedakan di antara kedua permintaan tersebut.
Menurut Refly , perpanjangan masa jabatan presiden, penundaan pemilu, dan masa jabatan tiga periode tak punya cantolan di dalam konstitusi.
“Yang ada cantolannya di konstitusi hanya dua, yaitu masa jabatan fixed term atau mengakhirinya sebelum masa jabatannya berakhir, baik itu berhenti ataupun diberhentikan,” tuturnya.
Seorang presiden bisa menyatakan berhenti lewat pengunduran diri atau berhalangan tetap, seperti cacat permanen atau meninggal dunia.
“Kalau diberhentikan, itu namanya pemakzulan. Ada syarat substantif dan prosedurnya,” paparnya.
Syarat substantif pemakzulan adalah presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, suap, serta tindakan pidana dan tercela lainnya.
Ada juga alasan lain, seperti tak lagi menjadi warga negara Indonesia (WNI).
“Kalau klausul itu masuk, prosesnya melalui DPR melalui hak menyatakan pendapat, lalu ke MK yang dalam 90 hari harus diputuskan, lalu balik lagi ke DPR untuk dilakukan sidang final,” ungkapnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News