KPK: Tersangka Korupsi Helikopter Bertemu dengan Jenderal TNI AU

25 Mei 2022 21:15

GenPI.co - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, tersangka kasus korupsi Helikopter AW-101 Irfan Kurnia Saleh (IKS) sempat bertemu dengan seorang jenderal bernama Mohammad Syafei. 

Mohammad Syafei saat itu menjabat sebagai Asisten Perencanaan dan Anggaran KSAU berpangkat Marsekal Muda.

Firli mengatakan, bersama pegawai AgustaWestland (AW) Lorenzo Pariani, Irfan menemui Syafei untuk membahas pengadaan helikopter AW-101 di daerah Cilangkap, Jakarta Timur pada Mei 2015.

BACA JUGA:  KPK Beri Pembekalan Penguatan Antikorupsi ke Semua Pejabat KLHK

"Dalam pertemuan tersebut, kemudian membahas di antaranya akan dilaksanakannya pengadaan helikopter AW 101 VIP/VVIP TNI AU," kata Firli di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/5).

Irfan yang merupakan salah satu agen AW selanjutnya membuat proposal harga pada Syafei dengan mencantumkan harga untuk satu unit helikopter AW-101 senilai USD 56,4 juta.

BACA JUGA:  Helikopter Rusia Mengudara, Konvoi Lapis Baja Ukraina Kocar-kacir

Sementara harga pembelian yang disepakati Irfan dengan pihak AW untuk satu unit helikopter AW-101 hanya senilai USD 39,3 juta atau setara Rp 514,5 miliar.

Sekitar November 2015, panitia pengadaan helikopter AW 101 VIP/VVIP TNI AU mengundang Irfan untuk hadir dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT DJM sebagai pemenang proyek.

BACA JUGA:  Korupsi Helikopter, Irfan Kurnia Rugikan Negara Rp 224 Miliar

Namun, pelaksanaan pengadaan helikopter itu tertunda karena adanya arahan pemerintah mengenai kondisi ekonomi nasional yang belum mendukung.

"Pada 2016, pengadaan helikopter AW 101 VIP/VVIP TNI AU kembali dilanjut dengan nilai kontrak Rp 738,9 Miliar dan metode lelang melalui pemilihan khusus yang hanya diikuti oleh dua perusahaan," Kata Firli. 

Dalam tahapan ini, kata Firli, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan memercayai Irfan dalam menghitung nilai harga perkiraan sendiri (HPS) kontrak pekerjaan.

"Harga penawaran yang diajukan IKS masih sama dengan harga penawaran pada 2015 senilai USD 56,4 juta dan disetujui oleh PPK," jelasnya. 

Firli mengatakan, Irfan disinyalir sangat aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan Marsekal Muda Fachri Adamy selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Singkatnya, lelang yang hanya diikuti dua perusahaan yang ternyata milik Irfan disetujui oleh PPK.

Sejauh ini, Irfan sudah menerima seratus persen pembayaran pengadaan helikopter tersebut.

Namun, KPK melihat beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak, antara lain tidak terpasangnya pintu kargo dan kurangnya jumlah kursi.

Perbuatan Irfan dimaksud diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia. 

Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Bos PT Diratama Jaya Mandiri itu pun ditahan setelah diperiksa sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan helikopter AW-101 di TNI AU pada 2016-2017. 

Irfan diketahui telah menyandang status tersangka kasus dugaan korupsi heli AW-101 sejak 2017.

Irfan kini ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK untuk 20 hari pertama. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Andi Ristanto

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co