GenPI.co - Dewan Pers mengungkapkan rasa keberatannya lantaran merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), baik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Hal tersebut diungkap oleh Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Yadi Hendriana.
"Kami (Dewan Pers, red) menyampaikan petisi tentang RKUHP kepada Ketua DPR RI waktu itu, Bambang Soesatyo pada 25 September 2019," kata Yadi saat konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (15/7).
Yadi menyebut, pihak DPR pernah berkata akan melibatkan Dewan Pers dalam pembahasan RKUHP, tetapi hingga saat ini belum ada hal yang dijanjikan tersebut.
"Sampai saat mau disahkan pun, kami tidak terlibat lagi secara detail," tegasnya.
Dia bahkan menyoroti sembilan pasal keberatan yang yang sempat disampaikan kepada DPR.
Sebab, dalam RKUHP, pasal-pasal yang disorot belumi mengalami perubahan dalam draf terakhir.
"Secara umum, kami melihat ada sekitar sembilan poin, tetapi pasalnya banyak, di antaranya Pasal 188, Pasal 241, 248, 264, 280, 281, 304, 440, serta Pasal 443 masih ada. Pasal-pasal ini dianggap akan memberangus pers dan keberadaan pers," ungkap Yadi.
Lebih jauh, Yadi menyebut pihaknya pun akan berupaya keras agar 'pasal karet' yang mengancam pers tersebut tidak lolos.
"Saya kira, kami punya concern yang sama dengan teman-teman semua dan stakeholder lainnya, termasuk pemangku kepentingan nonpers, untuk sama-sama berjuang supaya pasal-pasal yang akan memberangus pers ini tidak boleh lolos," tandasnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News