Pasal Penghinaan Presiden Bahaya Setelah Pemilu 2024

11 Desember 2022 02:20

GenPI.co - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden yang terdapat dalam KUHP tergantung sifat sosok pemimpin tersebut.

Menurut Bivitri, aspek teknis dalam pasal tersebut yang akan diributkan ke depannya.

"Masyarakat akan tergantung dengan presidennya doyan mengadu atau enggak, dalam bahasa sederhananya," ujarnya di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/12).

BACA JUGA:  Kaesang Pangarep Baca Ijab Kabul Lancar Tanpa Diulang

Terkait hal itu, Bivitri menilai Presiden Jokowi memang orang yang demokratis, tetapi tentu saja pasal tersebut tergantung pada orangnya.

Dia mengatakan pasal tersebut cenderung berbahaya jika diterapkan setelah Pemilu 2024.

BACA JUGA:  Ini Doa Jokowi Buat Kaesang dan Erina Gudono

"Sebab, kalau setelah 2024, ada (pemimpin, red) yang menggunakan pasal itu bisa bahaya, dong," ungkapnya.

Bivitri mengungkapkan artinya pemerintah tidak menciptakan sistem, tetapi bergantung kepada orang terkait delik aduan tersebut.

BACA JUGA:  Pakar Hukum Tata Negara Nilai KUHP yang Disahkan Gagal Capai Tujuan Dekolonisasi

Dia menganggap hal tersebut tak bagus diterapkan untuk politik hukum.

Bivitri mengatakan mungkin segelintir orang hanya menganggap hanya aduan saja, tetapi faktanya hal itu telah masuk dalam KUHP dan tentu sudah melanggar prinsip konstitusionalisme.

Adapun dalam pasal 218 ayat (1) RKUHP disebutkan setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden dipidana dengan penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Cahaya Reporter: Ferry Budi Saputra

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co