GenPI.co - Gugatan uji materi terhadap UU Pemilu yang diajukan BEM Unusia dinilai bisa menjadi pertimbangan putusan MKMK.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie saat ditemui di Gedung II MK, Jakarta, Jumat (3/11).
"Bisa jadi pertimbangan. Saya sudah puji bagus itu (gugatan) dan itu bisa jadi leading case (kasus terkemuka) karena baru pertama kali ada permohonan pengujian undang-undang yang baru diputus, yang baru berubah setelah putusan MK diuji lagi," tuturnya.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) sebelumnya mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) mengenai batas usia capres dan cawapres.
Pemohon meminta agar MK mengoreksi Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menetapkan batas usia capres/cawapres paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Koreksi keputusan itu melalui Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 yang diajukan BEM Unusia.
Selain itu, BEM Unusia juga meminta agar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dilibatkan dalam persidangan perkara tersebut.
Ternyata, gugatan BEM Unusia itu dipuji oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie.
Jimly juga dianggapnya bisa menjadi pionir terkait sebuah perkara yang baru diputus MK.
"Bisa saja putusan MK yang akan datang memutus pengujian undang-undang pascaputusan itu," ungkapnya.
Jimly juga tidak ingin menyampaikan lebih lanjut terkait dengan putusan MKMK mengenai dugaan pelanggaran kode etik oleh sembilan hakim MK.
Menurut Jimly, keputusan MKMK bakal berdampak pada bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden.
"Niat kami untuk menciptakan kepastian karena pada tanggal 8 November adalah jadwal perubahan bakal pasangan calon presiden/wakil presiden. Jadi, sebelum 8 November ada putusan MKMK," tutup Jimly Asshiddiqie. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News