GenPI.co - Istana mendapat serangan telak setelah Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengancam para tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), termasuk Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.
Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Anton Tabah Digdoyo mempertanyakan tuduhan Moeldoko.
BACA JUGA: Gatot Nurmantyo Dilema: Maju Lawan Istana dan Polri, Mundur Malu
Meskipun bukan anggota KAMI, Anton menilai gerakan Gatot dan kawan-kawan tidak salah.
“Saya cermati KAMI telah menyampaikan aspirasi sesuai UUD 1945 tentang kebebasan berserikat berkumpul dan berpendapat di depan umum," ujar Anton, Jumat (2/10).
Anton menambahkan, KAMI justru berkontribusi menjaga kemajuan bangsa.
Selain itu, dia menilai KAMI juga meluruskan pemerintah agar tidak menyimpang.
BACA JUGA: Prabowo Subianto Makin Terpojok, Posisinya Gawat Banget
Menurut Anton, KAMI mengingatkan pemerintah agar taat hukum, konstitusi, undang-undang (UU), aturan, dan menjadi teladan rakyat.
“Selain itu, serius dalam menanggulangi covid-19 dengan mengedepankan kesehatan dan keselamatan rakyat di atas program ekonomi dan politik," jelas Anton.
Anton pun berkesimpulan bahwa manuver KAMI tidak melanggar satu pun UU.
BACA JUGA: Posisi Prabowo Subianto Sedang Dalam Bahaya, Gerindra Rontok
Oleh karena itu, dia mengimbau semua pihak yang tidak menyukai KAMI untuk tak sembarangan melemparkan tuduhan.
"Penguasa agar tidak mudah melempar tuduhan pada siapa pun sebagai pelanggar hukum, ternyata diri penguasa yang banyak melanggar aturan," kata Anton.
Sebagaimana diketahui, Moeldoko mengeluarkan ancaman apabila KAMI melakukan manuver di luar hukum.
“Kalau arahnya memaksakan kepentingan, akan ada perhitungannya," kata Moeldoko, Kamis (1/10).
Mantan Panglima TNI itu menilai gagasan yang dibangun KAMI membuat tensi politik makin panas.
"Setelah ada KAMI, nanti ada KAMU. Terus ada apa lagi?” sambung Moeldoko.
Moeldoko pun mengingatkan KAMI agar tidak melakukan manuver yang melampaui batas.
BACA JUGA: Skakmat Pentolan PAN untuk Amien Rais dan Partai Ummat Telak Pol
Dia menambahkan, negara memiliki kalkulasi terhadap manuver yang sudah bersinggungan dengan stabilitas dan mulai mengganggu.
“Ada hitung-hitungannya," tegas pria kelahiran Kediri, Jawa Timur, itu. (rmolid)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News