Jadi Korban Mafia Tanah, Ibu Rumah Tangga Gugat Sofyan Djalil

17 Februari 2021 21:40

GenPI.co - kasus mafia tanah makin menguak. Setelah menimpa ibu kandung Dina Patti Djalal, Zurni Hasyim Djalal, kasus serupa juga dialami oleh Haryanti Sutanto, seorang ibu rumah tangga yang berdomisili di Tebet, Jakarta Selatan.

Haryanti Sutanto mengaku menjadi korban mafia tanah hingga kehilangan tanah serta bangunan milik ibunya, Soeprapti yang berlokasi di Jalan Tebet Barat Raya, Nomor 24A, Tebet, Jakarta Selatan.

BACA JUGA: Reshuffle Kabinet Kembali Mencuat, Nih Menteri yang Layak Diganti

Terkait hal tersebut, dirinya yang didampingi Kuasa Hukumnya, Amstrong Sembiring melayangkan gugatan kepada kakak kandungnya Soerjani Sutanto hingga Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Sofyan Djalil ke PN Jakarta Selatan

Gugatan tersebut disidangkan perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (17/2), yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Siti Hamidah.

Sidang dengan agenda membacakan gugatan itu disampaikan Amstrong Sembiring. usai mendengarkan pembacaan gugatan yang disampaikan oleh Calon Pimpinan Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) itu, Siti Hamidah menutup persidangan.

Sidang lanjutan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan jawaban dari pihak Tergugat.

"Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan jawaban dari pihak Tergugat," jelas Siti Hamidah .

Sementara itu, kasus tersebut diungkapkan Amstrong Sembiring bermula dari pembuatan Akte Pernyataan dan Kesepakatan Bersama serta Akte Persetujuan dan Kuasa antara Soerjani Sutanto selaku Tergugat bersama Soeprapti selaku ibu kandung pada tahun 2011 silam.

Kedua akte tersebut berisi penyerahan kuasa atas lahan yang senyatanya merupakan warisan orang tua kepada dirinya.

Namun, dalam akte yang dibuat oleh Notaris bernama Soehardjo Hadie Widyokusumo itu berisi ketetapan untuk melaksanakan balik nama, memindahkan, selanjutnya untuk menghibahkan kepada siapa pun atau pihak lain. 

Penggunaan kata 'menghibahkan' yang terdapat dalam kedua akte tersebut katanya dimanfaatkan Tergugat untuk membuat Akte Hibah.

Akte Hibah itu selanjutnya dipaparkan Amstrong Sembiring digunakan Tergugat untuk membalik nama sertifikat dan menguasai lahan hingga saat ini.

"Karena isinya di situ ada poin menghibahkan, maka dihibahkanlah kepada dirinya (Tergugat). Dibuatlah Akte Hibah yang digunakan untuk merubah sertifikat yang semula atas nama ibu kandung klien kami kepada Soerjani Sutanto pada tahun 2011," papar Amstrong Sembiring.

Akte tersebut ditegaskannya merupakan Surat Kuasa Mutlak yang secara jelas dilarang dalam Perundang-undangan.

Antara lain, Pasal 39 Ayat 1 huruf b Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyatakan PPAT dilarang membuat akte jika salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar Surat Kuasa Mutlak, yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak.

Merujuk perundang-undangan tersebut, lanjutnya, perbuatan hukum pemindahan hak tidak diperbolehkan. Sementara, kedua akte tersebut termasuk dalam perbuatan hukum pemindahan hak.

"Nah artinya, kalau pijakannya itu adalah Surat Kuasa Mutlak, itu tidak diperbolehkan Akte Hibah dibuat. Tapi karena kedua akte dan Akte Hibahnya dibuat oleh notaris yang sama, dia halalkan segala cara," papar Amstrong Sembiring. 

BACA JUGA: Ramai-ramai Politikus Kecam Wamen Hukum dan HAM

Merujuk hal tersebut, Amstrong Sembiring berharap Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dapat mengabulkan permohonan kliennya, yakni mengembalikan bagian mutlak waris (legitemie portie) atas lahan yang disengketakan.

Antara lain dengan mengembalikan status tanah kembali menjadi Sertifikat Hak Milik Nomor 1152 atas nama Almarhumah Soeprati sebagai pemilik sah.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Cahaya

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co