Analisis Tajam Refly Harun, Beber Alasan Pecahnya Koalisi Jokowi

22 Februari 2021 14:20

GenPI.co - Isu perpecahan partai koalisi pemerintah pada periode kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencuat ke publik. 

Hal itu terjadi karena adanya perbedaan sikap partai koalisi pendukung Jokowi dalam rencana revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

BACA JUGA: Eks Wagub Jakarta Angkat Suara, Sindirannya ke Anies Menggelegar

Diketahui Golkar dan NasDem mendorong revisi dilakukan, yang mana salah satu agenda utamanya menggeser pilkada menjadi 2022 atau 2023.

Sementara PDIP, partai utama koalisi, menolak revisi UU tersebut dan meminta semua pihak fokus dalam penanganan pandemi virus corona.

Tak hanya itu, Jokowi juga dengan tegas menolak dilakukannya revisi UU tersebut dan tetap menyelenggarakan Pilkada pada tahun 2024, sesuai dengan yang diatur dalam UU Pemilu.

Menanggapi hal itu, Pakar hukum tata negara, Refly Harun menilai pecah kongsi partai koalisi ini adalah hal yang lumrah, mengingat masing-masing parpol pasti memiliki agendanya tersendiri.

"Namanya politik itu soal kepentingan, jadi bukan hanya soal hal yang rasional untuk kepentingan masyarakat,  bangsa, dan negara, tapi rasional bagi partai politik," kata Refly seperti dikutip dari channel YouTube pribadinya, Senin, (22/2). 

Refly menilai jika Pilkada dilakukan di tahun 2024, akan menguntungkan Jokowi dan PDIP.

"Kenapa Jokowi ngotot 2024 diadakan Pilkada, 2022 dan 2023 tidak perlu, sederhana, karena di situ keuntungan Jokowi untuk mengendalikan pemilihan, sehingga presiden Jokowi masih punya pengaruh besar terhadap pemenangan calon presiden yang dia usung," jelasnya. 

BACA JUGA: Rocky Gerung Gembira, Kabinet Jokowi Gontok-gontokan

Refly menambahkan, Jokowi akan diuntungkan oleh Plt kepala daerah yang ditunjuk untuk memimpin hingga Pilkada dilakukan di tahun 2024.

“Presiden Jokowi akan untung di Plt-Plt atau pejabat kepala daerah, baik untuk pilpres, pileg, maupun pilkada. Nah inilah soalnya, soal seperti ini yang tidak disukai Golkar dan Nasdem,” ujarnya. 

Hal ini kata Refly, lantaran Golkar dan Nasdem adalah dua partai yang paling banyak menempatkan kadernya di jabatan kepala daerah.

Dengan demikian, lanjutnya, Golkar dan Nasdem akan dirugikan bila pilkada tak diselenggarakan pada tahun 2022 dan 2023 dan kepala daerah diisi oleh Plt. (*)

BACA JUGA: Ungkit Kasus Ahok, Jubir Jokowi Blunder, Diskakmat Refly Harun

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co