Kubu Moeldoko Makin Frustrasi, Pengamat Politik Bongkar Ini

09 April 2021 08:45

GenPI.co - Pasca kekalahan Kubu Moeldoko, segala cara dilakukan untuk menjatuhkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Salah satu aksi yang dilakukan selain mengajukan gugatan ke PTUN adalah adanya laporan yang dilakukan sekolompok massa yang menamakan Garda Demokrasi 98 (Gardem 98) ke Mabes Polri.

BACA JUGA: Ahli Hukum Beber Fakta Mengejutkan, Munarman Eks FPI Jadi Target

Menurut, Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani. Gardem 98 melaporkan SBY dan AHY, setelah ultimatum mereka yang meminta SBY dan AHY meminta maaf ke Presiden Jokowi tak ditanggapi. 

Gardem 98 menuding SBY dan AHY telah memfitnah pemerintah Jokowi karena mencampuri urusan Partai Demokrat.

Kamhar Lakumani menganggap, laporan ini sekadar mencari sensasi dari pihak-pihak yang mencoba memanfaatkan situasi untuk mengambil keuntungan. 

"Proxy dari gerombolan yang ingin mendegradasi citra Partai Demokrat. Pelaporan yang salah alamat dan tanpa didasari bukti-bukti yang memadai," kata Kamhar Lakumani dalam keterangannya, Kamis (8/4).

BACA JUGA: Kubu Moeldoko Bongkar Skenario Maut AHY dan SBY: Minta Posisi...

Menurutnya, tak ada satu pun pernyataan publik yang disampaikan oleh Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat SBY dan Ketua Umum DPP Partai Demokrat AHY terhadap Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK PD) yang dialamatkan kepada pemerintah.

"Itu clean and clear. Terekam kuat dalam memori publik, dan banyak jejak digital yang bisa ditelusuri bahwa yang terlibat adalah elemen kekuasaan dalam hal ini KSP Moeldoko," jelas Kamhar Lakumani.

"Semakin terkonfirmasi pasca KLB abal-abal bahwa KSP Moeldoko adalah aktor aktif dan aktor kunci dari GPK PD. Tuduhan itu semakin menemukan kebenarannya, bukan pepesan kosong. Akal sehat publik pun menilai seperti itu," imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) A Khoirul Umam menyebut gugatan kubu KLB Moeldoko ke PTUN seperti ekspresi frustasi setelah mereka dinyatakan kalah oleh Kemenkumham.

"Seolah tak mau kehilangan muka, ibarat terlanjur basah, akhirnya mereka nyebur sekalian. Sayangnya, sikap nekat mereka tidak dibekali dengan legal standing yang kuat," kata Khoirul Umam dalam keterangannya, Kamis (8/4).

Khoirul Umam menyebut kubu Moeldoko tidak sadar, bahwa terdapat Pasal 55 UU Nomor 51 tentang PTUN yang menyebutkan, bahwa negara telah memberikan tenggat waktu 90 hari bagi pihak-pihak terkait yang ingin menyampaikan keberatan atau gugatan atas materi TUN, dalam konteks ini adalah AD/ART PD hasil Kongres V 2020.

Namun, saat itu, hingga batas waktu berakhir, ternyata tidak ada yang menyampaikan keberatan. 

Akhirnya materi AD/ART hasil Kongres V PD 2020 itu disahkan oleh Kemenkumham menjadi lembaran negara.

"Jadi pertanyaannya, mereka ke mana saja selama ini? Kenapa baru sekarang bersuara? Akibatnya, secara legal formal, posisi gugatan mereka menjadi lemah," ungkapnya.

Mekanisme 90 hari itu diatur dalam Pasal 55 UU Nomor 51/ 2009 tentang PTUN yang juga telah dikonfirmasi oleh Mahkamah Konstitusi (MK) saat melakukan sidang terkait hal serupa pada tahun 2018-2019 lalu.

Di mana, MK menyatakan bahwa batasan tenggang waktu, baik di PTUN, MK, maupun PN bersifat mutlak. Pengajuan gugatan yang terlewat dinyatakan tidak dapat diterima.

"Sehingga jika Pemohon mengajukan dalil yang menyatakan bahwa Pasal 55 UU PTUN tidak memberikan kepastian hukum atas pengujian keputusan TUN, berpotensi besar akan tidak diterima karena dinilai tidak beralasan menurut hukum," tutupnya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co