GenPI.co - Koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali mengatakan tragedi Kanjuruhan terjadi karena adanya pelanggaran-pelanggaran dalam pertandingan Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya.
Seperti diketahui, ratusan nyawa menghilang dalam kericuhan yang terjadi seusai laga Liga 1 antara Arema dan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10) malam.
“Kasus ini terjadi karena adanya pelanggaran-pelanggaran secara prosedural, SOP (standard operating procedure, red), regulasi, dan safety and security stadium regulation milik FIFA,” ujar Akmal kepada GenPI.co, Senin (2/10).
Menurutnya, yang pertama ialah banyaknya korban meninggal dalam tragedi Kanjuruhan ialah karena fanatisme sempit yang kebablasan.
“Tidak ada bonek (suporter Persebaya, red) yang datang. Artinya, tragedi di Stadion Kanjuruhan bukan soal rivalitas,” tuturnya.
Kedua, over kapasitas stadion juga menjadi suatu hal yang harus diperhatikan.
“Polisi sudah sampaikan hanya boleh mencetak 25 ribu tiket. Akan tetapi, kemudian panitia pelaksana Arema mencetak sampai 45 ribu tiket,” kata Akmal.
Menurut dia, hal tersebut membuat jumlah penonton tidak sebanding dengan kapasitas stadion. Sehingga, akhirnya ada yang berdesak-desakan dan itu menjadi pelanggaran prosedural yang sangat fatal.
“Ketiga, pertandingan digelar larut malam. Sudah berapa kali SOS menyampaikan PSSI dan PT LIB untuk merevisi ulang jadwal sepak bola yang larut malam karena sangat mengganggu keamanan dan kenyamanan,” jelasnya.
Terakhir, Akmal menyoroti soal pihak kepolisian yang melaksanakan tugas pengamanan tidak sesuai dengan prosedur dan melanggar aturan dari FIFA yang menyebutkan senjata api dan gas air mata tidak boleh masuk di sepak bola.
“Itu juga kelalaian dari PSSI. Ketika kerja sama dengan kepolisian tidak menyampaikan prosedur bahwa pengamanan sepak bola berbeda dengan pengamanan demo,” tegas Akmal. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News