GenPI.co - Namanya memang belum sepopuler seblak atau baso aci, namun kenikmatan japlak tak boleh diragukan.
Makanan khas warga Sukabumi ini lekat dengan cita rasa pedas, berkuah dan aroma rempah. Cocok dinikmati untuk hidangan Ramadhan, usai sholat Tarawih.
Sri Hastuti, seorang mahasiswa UPN Veteran Jakarta turut mencoba peruntungan dari bisnis makanan khas daerahnya.
Baca juga:
Menu Buka Puasa, Ragit Paling Diburu Warga Palembang
Bentar Lagi Imsak? Ini Menu Simpel Praktis Gak Sampai 5 Menit!
Bertekad untuk mempromosikan jajanan tradisional itu sejak Mei 2018, ia hanya bermodalkan uang Rp200 ribu. Di awal usahanya ia pun mengalami kendala, termasuk izin dari orang tua.
“Kami sempat gagal di kemasan pas awal bikin, kayak bumbunya bocor, stiker juga kegedean. Gak ada untungnya pas pertama, tapi minggu kedua makin banyak yang pesan,” ujar mahasiswa semester 6 Ilmu Komunikasi kepada GenPI.co baru-baru ini.
Meski begitu, Sri tetap optimis dengan usahanya tersebut. Di awal berjualan, ia rajin mempromosikan ke teman-temannya di kampus.
Mereka pun terpikat dengan rasa japlak, dan memesan dalam jumlah banyak. Walhasil Sri kebanjiran order pada minggu berikutnya hingga merasakan untung lebih besar.
Akhirnya ia memberi label usahanya dengan nama ‘Nyaplakin’. Usahanya makin berkembang sekian bulan, termasuk saat bulan Ramadhan.
Dari awalnya ia bikin 20 kemasan japlak, kini ia bisa membuat hingga 30 bungkus. Japlak model kemasan dengan bumbu yang dipisah ini memang jarang ada yang menjual, umumnya para pedagang sudah menyajikan dalam mangkuk siap saji.
“Kalau untuk bahan-bahan dasarnya langsung dari Sukabumi, tapi bumbu dan kemasannya aku racik di kosan,” lanjut Sri.
Japlak buatannya terdiri dari dua rasa, yakni karamel pedas manis dan kuah pedas asin. Masing-masing memiliki isian yang sama, seperti batagor kering, tahu kering, cabai kering, bakso, makaroni. Bahan dasar pembuatan japlak ini terbuat dari krupuk khas Sukabumi.
Seiring dengan meningkatnya permintaan, lanjut Sri, ia turut merasakan omzet lebih besar. Bahkan saat Ramadhan bisa mencapai untung hingga 30 persen.
“Orderan banyak bisa lembur sampai jam 1 malam. Besoknya tenteng dua kresek gede ke kampus. Biasanya lembur packing itu di hari Senin,” terang Sri sembari tertawa menceritakan perjuangannya.
Japlak buatan mahasiswi (foto: Hafid Arsyid)
Usahanya tersebut perlahan semakin membuahkan hasil. Untuk pemasaran, saat ini Sri dibantu oleh seorang teman kampus bernama Fitri Yulia.
Ia pun menerima banyak pesanan dari dalam dan luar kampus. Bahkan baru-baru ini satu komunitas di kampusnya sempat memesan hingga 100 bungkus untuk acaranya.
“Biasanya kalau pesan banyak gitu, kami kasih harga khusus. Harga normalnya itu Rp 20 ribu, ya kami kasih Rp15 ribu per bungkus,” sambung Sri.
Diakui Sri, setiap minggunya ia rata-rata menerima pesanan hingga 30 bungkus. Darisitu ia bisa mendapatkan omzet bersih sebesar Rp 1,2 juta.
Selain dari mulut ke mulut, pemesanan japlak miliknya bisa dilakukan di sosial media Instagram @nyaplakin.
Tonton juga video ini:
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News