Mudik atau Liburan ke Jogja, Nonton Pameran Seni Rupa Aja

30 Mei 2019 08:52

GenPI.co -  Momentum mudik lebaran biasanya dimanfaatkan pula untuk berbelanja sejumlah barang guna mempercantik rumah. Yogyakarta sebagai salah satu tujuan mudik serta liburan lebaran memiliki banyak lokasi sebagai tempat berbelanja aksesoris rumah tangga ini. Selain Malioboro, Pasar Seni Gabusan, sejumlah galeri biasanya juga menjadi jujugan para pemudik.

Nah, jika kamu yang sedang di Jogja, baik sedang mudik maupun liburan, bisa mengunjungi Tembi Rumah Budaya. Selama tanggal 8-21 Juni 2019, di galeri Tembi Rumah Budaya digelar pameran Seni Rupa. Kamu bisa memilih lukisan-lukisan yang dipamerkan untuk mempercantik rumah, kantor atau kafe kamu.

Sebanyak 19 perupa dari Kelompok Termos 85 memamerkan karyanya di sana. Mengambil tema Godhong Suruh (Daun Sirih), para perupa alumni Pendidikan Seni Rupa IKIP Yogyakarta (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta) mengeksplorasi banyak hal. Ada yang mengekspresikannya lewat lukisan. Ada pula yang membuat patung. Ada yang menggunakan cat minyak, akrilik, karyon, cat air maupun media campuran (mixed media). Ada yang menghadirkan satu karya, ada pula yang dua.

Baca juga: Mudik ke Jogja Mainnya ke Kulon Progo

 Sedulur Prihatin karya Erwan Widyarto

Sejumlah nama beken ikut dalam pameran ini. Ada Petrus Agus Herjaka yang memiliki ciri khas lukisan dengan profil wayang. Lukisannya selalu sarat dengan filosofi dan nilai budaya Jawa. Dalam pameran kali ini, Herjaka menampilkan judul 'Membelah dengan Sukacita.' Karya-karya lain bisa disaksikan di ruangannya di Tembi. Karena Herjaka memang bekerja di Rumah Budaya ini.

Lalu ada Wasis Subroto. Lukisan realisnya selalu memikat. Pernah menjadi finalis Phillip Morris, ajang kompetisi Seni Rupa bergengsi. Dalam berkarya, Wasis juga sering menyoroti masalah sosial yang tengah berkembang di masyarakat. Kali ini Wasis memamerkan lukisan dengan judul 'Keluarga Bahagia.' 

Kemudian ada pula Sarjiyanto Sekar. Spesialis cat air ini sangat produktif dalam berkarya. Karyanya pernah dikoleksi Dirut Garuda Indonesia, anggota DPR RI dan sebagainya. Bulan depan, pria kelahiran Magelang ini pameran di Kuala Lumpur. Pada pameran Godhong Suruh ini, Sarjiyanto menampilkan "Nyirih bukan Nyinyir.'

Perupa lainnya datang dari sejumlah kota di Indonesia. Di antaranya Ch Sapto Wibowo (Lampung), Hkamuya Murti (Jakarta), Muhamad Basuki (Surabaya), Teguh Prihadi dan Podang Suroto (Solo) serta Faisal Budiharso (Magelang).

Wali Kota Yogya 2001-2011 Herry Zudianto membuka pameran ini pada Sabtu (8/6) pukul 19.00 WIB. Pembukaan pameran akan diwarnai penampilan musik gamelan anak, binaan salah satu peserta pameran, Fahrur Rozi.

Baca juga: Jogja Jadi Lokasi FIlm Dokumenter Netflix Bertajuk Street Food 

Handaya Murti - Kanca Ngamen

Ketua Panitia Pameran Tri Wiyono mengatakan tema Godhong Suruh diambil untuk merefleksikan situasi aktualitas maupun kondisi kelompok Termos’85 sendiri. “Daun sirih mempunyai dua sisi yang berbeda. Di sisi atas berwarna hijau tua dengan permukaan glossy. Di sisi bawah  berwarna hijau keputih-putihan, dengan permukaan dof.  Walaupun kedua sisi lumah lan kurepe berbeda, godhong suruh tidak terbelah. Ia sepakat manunggal untuk memformulasikan kandungan rasa yang sama,” ujar Tri Wiyono.

Guru seni pada satu SMK ini menambahkan godhong suruh juga dipakai untuk menggambarkan hubungan antar saudara sinarah wadi. Hubungan saudara istimewa. Jika yang satu dicubit, yang lain ikut merasa sakit. Seperti hubungan istimewa antara Kresna dan Arjuna dalam pewayangan. Selain itu, godhong suruh juga dipakai untuk menggambarkan hubungan antara suami dan istri, yang berbeda latar belakang dan fisiknya, tapi saling melengkapi untuk mewujudkan cita-cita bersama.

Tri Wiyono pun kemudian menegaskan tujuan pameran. “Pameran ini digelar antara lain agar dapat udhu-udhu klungsu, walaupun sangat sedikit ikut urun-urun (berkontribusi), untuk menjaga agar yang berbeda tidak terbelah, yang terluka tidak menganga dan yang susah sedikit terhibur. Paling tidak mulai dari kelompok Termos’85,” ujarnya.

Teguh Prihadi (Solo) - Kibarkan di Tempat Yang Tinggi

Pengamat seni budaya Ons Untoro mengatakan Kelompok Termos’85 ini memakai idiom lokal, godhong suruh (daun sirih) untuk meneguhkan persahabatan di antara mereka. “Usia mereka tidak lagi muda mungkin sudah di atas 50 tahun, dan saya tahu ada yang sudah lebih dari 60 tahun. Namun mereka, dalam usia yang tidak lagi muda, dan mengalami pahit getirnya kehidupan, setidaknya seperti rasa suruh (sirih), tetapi terus menghasilkan karya,” tegas Ons.

Ons mencontohkan satu karya yang menyajikan visual seorang perempuan tua, sebagai satu konstruksi dari garis-garis, memberikan nuansa lokal dan alami. Karya Sarjianto Sekar itu diberi judul ‘Nyirih bukan Nyinyir’. “Karya ini terasa kontekstual, kalau kita dekatkan kondisi sekarang, yang pahit dan nyinyir saling berseteru. Kalau aktivitas ‘nginang’ yang pahit meneguhkan rasa di lidah, kalau dalam kontektualitas kehidupan hari-hari ini, yang (di) rasa (kan) pahit membuatnya terus nyinyir untuk menolak rasa pahit, artinya tidak menerima kenyataan. Berbeda dengan orang nginang, rasa pahit dinikmati: kenyataan itu diterima,” papar Ons.

Karya Sarjianto Sekar tersebut, menurut Ons, bisa didekatkan dengan karya Erwan Widyarto, yang berjudul ‘Sedulur Prihatin.’ Dalam Sedulur Prihatin ini, Erwan menggambarkan sejumlah perempuan ngobrol di tengah suasana rumah di kawasan kumuh yang mulai dipenuhi pondasi-pondasi beton. 

“Karya Sarjiyanto dan Erwan ini, sama-sama bernuansa lokal dan alami, dan keduanya sedang merasakan pahitnya hidup, tapi masing-masing tidak terpisah, dan tidak nyinyir. Pahitnya hidup, rupanya bisa  diterima secara jenaka, dan ini terasa sangat Yogya,” ujar Ons.

Menurut Ons, karya-karya perupa dari alumini IKIP Yogya ini, temanya sederhana, mudah dicerna dan sangat komunikatif. Mungkin persis seperti kehidupan keseharian mereka. Masih saling bersapa, mungkin melalui WA atau bersapa melalui media sosial lainnya. Dan jika ingin bertemu bersama, tidak hanya sekadar tatap muka, tetapi sekaligus menyajikan karya. Maka pertemuan mereka tidak  hanya sekedar reuni, karena juga melibatkan orang lain yang bukan alumni, dan bertemu dalam pameran yang mereka selenggarakan.

Dalam kata lain, godhong suruh (daun sirih) yang merekatkan persabahatan mereka, seperti halnya godhog suruh yang memiliki manfaat, pameran mereka juga bermanfaat bagi orang lain. Karena, masing-masing saling bertemu, dari yang saling kenal, atau malah tidak saling kenal, di ruang pameran ‘Godhong Suruh’ ini. Dalam pertemuan ini tidak harus merasakan pahitnya kehidupan, tetapi saling mempererat dalam persahabatan.

Dan Kamu yang ingin turut merasakan manfaat pameran ini, datanglah. Siapa tahu ada karya yang cocok untuk dipinang guna mempercantik rumah, kantor atau tempat usaha Kamu. 

Jadi mudik atau liburan Kamu ke Jogja menjadi semakin bermakna. Silaturahimnya dapat, oleh-olehnya dapat.

Simak juga video menarik pilihan redaksi berikut

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co