Pasalnya, angka positivity rate tak akan secara valid memberikan gambaran kondisi risiko penularan di tengah masyarakat jika jumlah orang yang dites tidak memadai.
“Hal ini disebabkan kedua metode tersebut memiliki tujuan berbeda. Tes dilakukan untuk skrining dan diagnosis,” ungkapnya.
Menurut Wiku, tes yang dilakukan untuk penentuan diagnosis saja akan membuat angka positivity rate menjadi lebih tinggi.
BACA JUGA: Air Rebusan Serai Campur Lemon Khasiatnya Dahsyat, Cespleng
Sementara itu, tes yang dilakukan untuk skrining saja akan membuat angka positivity rate menjadi rendah.
“Sebab, tes untuk skrining dilakukan untuk masyarakat sehat yang ingin melakukan aktivitas dengan mobilitas tinggi. Keduanya harus seimbang, agar pembukaan bertahap bisa dilakukan,” imbuhnya.(*)
BACA JUGA: Air Rebusan Daun Jeruk Nipis Khasiatnya Dahsyat, Cespleng Banget
Simak video berikut ini:
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News