
Ternyata sang majikan minta Saridi naik ke lantai atas. Ia diberi lagi uang 200 riyal. Dengan tambahan pesan: harus hemat. Uang itu harus cukup untuk makan sampai menerima gaji nanti.
Sang majikan memang hanya sesekali keluar untuk belanja. Sekali belanja bisa untuk satu minggu. Tapi dia dijemput keluarganyi. "Kelihatannya keluarganyi kaya-kaya," ujar Saridi mengenang.
Saridi sebenarnya ingin sekali segera mencoba mobil CR-V itu. Tapi selalu terkunci. Sedang kuncinya dibawa juragan dan disimpan di lantai atas.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Sri Mulyani dan PPATK: Heboh 300 T
Lama-lama Saridi berpikir untuk mengisi waktu kosongnya dengan mencari uang. Malam-malam ia jualan air Zam-Zam. Yakni air dari sumber zaman kuno di dekat Kakbah. Sumber air itu mendadak ada ketika istri Nabi Ibrahim yang di Makkah, Hajar, melahirkan bayi Ismail. Tidak ada air. Hajar mondar-mandir dari bukit Sofa ke bukit Marwah. Lalu mendapat air di tengahnya.
Air itu juga memberi rizki Saridi. Bahkan ia kemudian berkembang memiliki jaringan perdagangan air Zam Zam. Setelah kontrak kerjanya berakhir, Saridi lebih fokus ke bisnis. Hidupnya berubah total. Ia terus mensyukuri nasib baiknya di Arab Saudi.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Bank Credit Suisse: Bencana Khudairy
Di bandara Jeddah saya dijemput Madura yang lain lagi: Husein. Asal Sampang. "Saya juga tidak punya ijazah SD," ujar Husein.
"Tidak pernah sekolah?" tanya saya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Mohammed bin Salman: Riyadh Muda
"Tidak," jawabnya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News