
Ibarat alat kerja, Kris itu masih sebesar cangkul. Harus jadi traktor dulu. Kalau perlu jadi buldoser. Setelah itu barulah pulang ke Wamena.
Wamena perlu traktor besar. Bukan sekadar cangkul. Masalahnya, jangan-jangan, kalau sudah jadi traktor justru tidak mau pulang kampung.
"Kalau saya, pilih jadi traktor dulu, baru pulang. Tapi harus ditanamkan dendam yang dalam di dada Anda, bahwa kalau sudah jadi traktor harus pulang," kata saya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Safari Nanjing
Saya juga mengingatkan agar jangan takut dikatakan tidak nasionalis hanya gara-gara tidak mau pulang.
"Tetap di luar negeri pun bisa nasionalis. Indonesia perlu network yang kuat di dunia internasional," kata saya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Kereta Cepat Tiongkok: Safari Tianjin
Sasa yang dari Bali mengemukakan persoalan antara hobi, keinginan, dan tuntutan keluarga. Sebenarnya Sasa ingin jadi penyelam profesional. Sampai mencapai tingkat master. Lalu bisa ikut menyelamatkan coral laut.
Tapi keluarganya di Denpasar menginginkan Sasa cepat bisa bekerja. Mencari uang. Dua adiknya juga harus dibiayai untuk kuliah. Sasa bingung berat. Harus bagaimana.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Safari Tiongkok
Awalnya, saya pikir, hobi Sasa di fashion. Terlihat dari profilnya. Maka saya sarankan agar Sasa memberontak. Terjuni hobi itu habis-habisan. Sampai menjadi sumber penghasilan.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News