
Saya juga lama berusaha seperti itu tapi tidak bisa. Saya tidak bisa menyendiri seperti itu. Selalu banyak orang yang datang nimbrung. Sedang Stella benar-benar seperti penumpang biasa.
Sambil berjalan menuju belalai gajah kami pun ngobrol pendek. Dia menyandang ranselnyi sendiri. Terlihat ada tumbler minuman di ransel itu. Dia mandiri. Bawa barang sendiri. Bawa minuman sendiri.
Begitu masuk pintu pesawat saya lihat tinggal satu tempat duduk di kelas bisnis yang kosong. Paling depan kiri. Saya pun berpikir: oh... Di situ dia akan duduk.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Celeng Banteng
Tidak! Dia terus berjalan melewati kelas bisnis itu. Ternyata dia duduk di kelas ekonomi.
"Kursi saya lebih di sana," kata saya kepada Stella sambil pamitan menuju lebih ke belakang.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Sritex Akhir
Saat berjalan bersama itu kami pun tahu: tujuan kami sama. Ke Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh. Ada seminar internasional di situ: memperingati 20 tahun Tsunami Aceh. Hari-hari ini, 20 tahun lalu, peristiwa besar itu terjadi.
Prof Stella ternyata sudah tahu: di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) ada hasil penelitian yang penerapannya sudah sampai ke skala komersial: nilam. Yang menghasilkan minyak atsiri kualitas tinggi. Sudah ekspor pula.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Tipuan Magelang
Dia terasa bangga saat menyinggung hasil penelitian nilam itu. Rasanya Prof Stella ingin tahu lebih banyak lagi di Aceh.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News