
Saat ini, Homestay telah menjadi fokus program Kemenpar. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan 20 juta kunjungan wisatawan manca negara dan 275 juta perjalanan wisatawan nusantara di tahun 2019.
Pengembangan homestay menjadi konsep strategis mengingat potensi terbesar pariwisata Indonesia adalah budaya dan alam. Kemenpar memiliki target 10 ribu unit kamar homestay desa wisata pada tahun 2019 sebagai bentuk dukungan amenitas pariwisata nasional.
"Amanat Presiden Republik Indonesia, pengembangan dan pembangunan homestay harus berbasis arsitektur nusantara. Hal ini dimaksudkan agar ciri khas dari setiap homestay memiliki kesan berbeda bagi para wisatawan," ujarnya.
Namun upaya ini bukanlah tanpa halangan. Anneke mengakui faktor terbesar program ini adalah permodalan. Faktanya, material pembangunan homestay di tiap daerah lebih banyak menggunakan bahan kayu dan bambu yang harganya cukup mahal. Untuk itu perlu adanya modal besar untuk membangun homestay.
Untuk itu Kemenpar pun mempunyai rencana strategis untuk melakukan percepatan. Salah satunya dengan menggandeng mitra perkreditan BUMN, yaitu PT. Sarana Multigriya Finance (SMF).
“Belum banyak bank konvensional yang mau memberikan pinjaman untuk pembangunan fisik bermaterial bambu dan kayu, dengan adanya kerjasama Kemenpar dengan SMF ini diharapkan ketersediaannya pinjaman modal dengan bunga yang lunak,” ujarnya.
Homestay memang digadang-gadang sebagai salah satu konsep untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan. Tujuan dari kemenpar menggandeng mitra Perkreditan BUMN ini juga diupayakan agar masyarakat mandiri dan tidak tergantung kepada investor.
"Masyarakat dapat memanfaatkan sumber daya alam lokal, dengan biaya perkreditan dan suku bunga pinjaman rendah. Selain itu jangka pinjam juga panjang mencapai 5-10 tahun. Masyaraka juga tidak dikenakan penalti jika dapat dilunasi lebih cepat. Jadi semua serba ringan dan tidak memberatkan," pungkasnya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News