Menelusuri Jejak Sakral Marapu di Sumba

Menelusuri Jejak Sakral Marapu di Sumba - GenPI.co
Uma kalada adalah rumah pertama yang dibangun leluhur di sebuah kampung adat

Indonesia mempunyai banyak keragaman, baik suku, budaya, bahasa, dan juga kepercayaan. salah satunya di Pulau Sumba, sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur ini. Memiliki suatu kepercayaan dan menganut suatu agama turun menurun dari nenek moyang. Kelestarian kepercayaan ini masih terjaga sampai sekarang.

Marapu, sebuah kepercayaan atau agama lokal yang dianut oleh masyarakat di Pulau Sumba. Pemeluk agama Marapu mempercayai, bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara, setelah akhir zaman mereka akan hidup kekal di dunia roh, yaitu di surga Marapu yang dikenal sebagai Prai Marapu.

Di kampung adat, penganut agama ini tinggal di rumah panggung beratap ilalang dan beralas kayu. terdapat dua jenis rumah di sana, diantaranya rumah besar (uma kalada) dan rumah biasa (ana uma). Uma kalada adalah rumah pertama yang dibangun leluhur di sebuah kampung adat. Rumah tersebut ditinggali oleh keturunan sang nenek moyang.

Lebih dari setengah penduduk Sumba memeluk agama ini. Agama ini memiliki kepercayaan pemujaan kepada nenek moyang dan leluhur. Masyarakat setempat penganut Marapu mempercayai, bahwa manusia tidak bisa berhubungan langsung dengan Tuhan namun harus melalui perantara para leluhur.

Untuk dapat berkomunikasi dengan arwah leluhur, salah satunya masyarakat di kampung adat Prai Yawang, Desa Rindi memiliki satu rumah khusus yang disebut, Uma Diawa (rumah leluhur/arwah).

Masyarakat Sumba, juga mempunyai upacara keagamaan Marapu, seperti upacara kematian dan sebagainya. Saat prosesi harus dilengkapi dengan penyembelihan hewan kerbau dan kuda sebagai kurban. Hal ini menjadi tradisi turun-temurun yang terus dijaga di Pulau Sumba.

Menariknya, Pada saat prosesi kematian penganut agama ini, sebelum dimakamkan, jasad penganut Marapu keturunan raja diisi (dimasukan) dalam kulit kerbau. Setelah itu dibungkus dengan kain, selama tiga hari kematian. Bahkan, ada juga jasad diisi dalam kulit kerbau hingga 10 tahun lamanya. Setelah itu jasad dipakaikan sarung adat 60 lembar baik pria mau pun wanita.

Setelah dibungkus, jasad dimasukan ke rumah besar yang menjadi tempat peristirahatan terakhir. Masyarakat penganut Marapu melakukan liturgi doa Hamayang yang dipimpin oleh Ama Bokul Hamayang (tua adat Marapu). Hamayang sendiri merupakan doa khusus kepada leluhur, bertujuan untuk menyampaikan agar siap menerima arwah orang yang meninggal saat itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya