Wacana Penutupan Taman Nasional Komodo Harus Dihentikan

Wacana Penutupan Taman Nasional Komodo Harus Dihentikan - GenPI.co

KUPANG – Ketua DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT), Anwar Pua Geno, menilai wacana penutupan Taman Nasional Komodo harus dikaji terlebih dahulu. Tidak menciptakan polemik yang membuat gaduh semua pihak, terutama masyarakat dan industri. Apalagi wacana ini justru dihembuskan oleh Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat.

Bahkan Legislatif di NTT juga tidak sepakat dengan cara Gubernur. Ketua DPRD NTT Anwar Pua Gen menyebut dari sisi regulasi, TN Komodo itu di bawah mewenangan pusat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Membuka dan menutup itu haknya pusat, bukan gubernur atau bupati.

Sementara, Presiden Jokowi sudah menetapkan Komodo adalah ikon untuk destinasi super prioritas Labuan Bajo. Dan Komodo masih terus dipromosikan di dunia, termasuk di FITUR Madrid yang baru selesai, 23-27 Januari 2019.

“Rencana penutupan Taman Nasional Komodo, meski untuk sementara, harus dikaji ulang. Semua harus dilakukan secara baik, mengikuti prosedur dan melihat urgenitas. Ada banyak aspek yang diperhatikan,” jelas Ketua DPRD NTT Anwar Pua Geno, kemarin.

Rencana penutupan Pulau Komodo dilakukan seiring investasi besar Rp 100 Miliar. Anggarannya berasal dari APBD Pemprov NTT. Selain restorasi infrastruktur pendukung, anggaran ini untuk pengembangan budi daya ternak. Khususnya, hewan yang menjadi mangsa komodo. Seperti kerbau, kambing, rusa, hingga babi.

Namun, Anwar mengatakan kalau sampai harus melakukan penutupan sementara kawasan Pulau Komodo harus mengacu regulasi.

“Rencana penutupan Taman Nasional Komodo harus sesuai dengan regulasi yang berlaku. Tujuannya agar tidak bertentangan dengan hak pengelolaan. Bagaimanapun, pengelolaan Taman Nasional Komodo ini menjadi kewenangan Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan),” lanjut Anwar lagi.

Penutupan Taman Nasional Komodo jadi kontra bagi aspek bisnis. Sebab, income besar Rp 32 Miliar sebelumnya mengalir dari area ini. Jumlah itu naik 10,3% dari tahun 2017. Selisih riil angka kenaikannya sekitar Rp 3 Miliar.

Itu hanya pendapatan langsung dari Pulau Komodo yang sangat kecil. Padahal spending orang membayar retribusi di Komodo itu sangat kecil dibandingkan dari belanja mereka selama berwisata di Labuan Bajo.

Wisatawan itu akan spending di 3A, Akomodasi, Atraksi dan Akses. Rantai
bisnis di 3A ini sangat luas dan sampai ke level bawah. Menutup atraksi, akan berdampak pada akses dan amenitasnya.

Anwar mengatakan, pengkajian harus dilakukan atas dasar potensi komersial wisatawan.

“Kami terus berkomunikasi dengan Pak Laiskodat. Sekali lagi, semua harus dilakukan secara benar. Baik atau tidaknya. Sebab, ini menyangkut potensi wisatawan yang datang ke Taman Nasional Komodo. Lalu, imbasnya juga sampai ke level provinsi. Untuk itu, urusan penutupan Taman Nasional Komodo baiknya diserahkan kepada pemerintah pusat,” kata Anwar.

Taman Nasional Komodo telah menjelma menjadi destinasi papan atas Indonesia, dan makin mendunia. Pada rentang 2018, TNK dikunjungi 176.830 wisatawan. Rinciannya, sebesar 68,6% atau 121.409 merupakan wisman. Untuk wisnusnya berjumlah 55.421 orang atau sekitar 31,3% dari jumlah keseluruhan.

“Kalaupun terpaksa dilakukan, penutupannya harus dimengerti oleh semua pihak. Konsekuensinya akan ada penurunan jumlah wisatawan dan income,” tegas Anwar lagi.

Anwar menyarankan agar mendengarkan pendapat dari DPR. Dengan begitu, keputusan yang diambil adalah konsensus bersama. Bukan kebijakan sepihak seperti yang muncul saat ini.

“Yang penting meminimalkan benturan antara Pemprov NTT dengan pusat. Perlu kiranya mengajak bicara DPR. Kalau duduk bersama, pasti akan lebih baik,” pungkasnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya