Menteri Bahlil Didukung DPR soal Perdagangan Karbon di Indonesia

Menteri Bahlil Didukung DPR soal Perdagangan Karbon di Indonesia - GenPI.co
Menteri Bahlil Lahadalia mendapat dukungan dari DPR terkait perdagangan karbon di Indonesia. (foto: Asep Wahyudin/GenPI.co)

GenPI.co - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mendapat dukungan dari DPR terkait perdagangan karbon di Indonesia.

Dukungan itu datang secara langsung dari Anggota DPR RI Komisi VI Nasim Khan, yang meminta Bahlil untuk mengoptimalkan perdagangan karbon sebagai sumber pendapatan negara.

Sebagai negara tropis, Indonesia dinilai Nasim memiliki kekayaan hutan tropis seluas sekitar 125 juta hektar yang dapat menghasilkan sekitar 25 juta miliar ton karbon.

BACA JUGA:  Alasan PBNU Dukung Bahlil Realisasikan Target Investasi Rp 1.400 Triliun

Potensi itu dapat menjadi daya tarik bagi para investor dengan potensi pendapatan sekitar US$ 565,9 miliar atau Rp 8.000 triliun.

“Indonesia adalah negara tropis yang memiliki hutan yang sangat luas, sehingga potensi perdagangan karbon sudah seharusnya dapat dimaksimalkan. Bursa karbon harus dikapitalisasi di Indonesia jangan sampai diatur-atur asing karena Indonesia punya 125 juta hektar hutan tropis yang mampu menyerap 25 miliar ton karbon,” ujar Nasim dari rilis yang diterima GenPI.co, Kamis (4/5).

BACA JUGA:  Ekonom Dukung Bahlil Kawal Investasi Industri Kendaraan Listrik, Ini Alasannya

Nasim menambahkan, dengan potensi pendapatan yang luar biasa dari sektor karbon, pihaknya mendukung pemerintah dalam hal ini kementerian investasi untuk mengatur secara ketat perdagangan karbon di tanah air.

“Jumlah itu belum mencakup hutan bakau dan gambut. Catatan dari para ahli memperkirakan bahwa perdagangan karbon bisa menghasilkan pendapatan senilai US$ 565,9 miliar atau Rp 8.000 triliun. Makanya regulasi berupa penguatan hukum di sektor perdagangan ini menjadi perhatian utama pemerintah,” jelasnya.

BACA JUGA:  Alasan Bahlil Kembangkan Hilirisasi Logam dan Ekosistem Kendaraan Listrik

Dijelaskan Nasim, perdagangan karbon telah sesuai sebagaimana Protokol Kyoto yang berlaku sejak 16 Februari 2005, lalu pada tahun 2015 diperbaharui dengan nama Paris Agreement atau Perjanjian Paris menggantikan Protokol Kyoto untuk menjawab dinamika perubahan iklim global.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya