
“Prospek perekonomian masih sangat lemah, sehingga memberikan sedikit kelonggaran bagi rumah tangga Myanmar dalam jangka pendek hingga menengah,” kata laporan tersebut.
“Lingkungan bisnis akan terus dibatasi oleh konflik, gangguan perdagangan dan logistik, volatilitas makroekonomi, ketidakpastian peraturan, dan pemadaman listrik.”
Lebih dari 3 juta orang diperkirakan terpaksa mengungsi dari rumah mereka akibat konflik bersenjata di sebagian besar negara.
BACA JUGA: Perekonomian China Diprediksi Meningkat, IMF Singgung Reformasi
Sementara itu, nilai mata uang Myanmar, kyat, anjlok dan banyak barang impor yang kekurangan pasokan.
Laporan tersebut menyebutkan sekitar sepertiga pabrik yang disurvei oleh Bank Dunia melaporkan menghadapi pemadaman listrik.
BACA JUGA: Ma'ruf Amin Harap Gedung Landmark BSI Aceh Mampu Jadi Penggerak Pertumbuhan Ekonomi
Dalam setengah tahun yang berakhir pada bulan Maret, ekspor Myanmar turun 13% dari tahun sebelumnya sementara impor turun sebesar 20%, kata laporan itu.
Sebelum pengambilalihan militer, pabrik-pabrik garmen merupakan sumber lapangan kerja yang berkembang pesat, terutama bagi perempuan muda, dan sumber pendapatan ekspor bagi perekonomian yang baru mengalami industrialisasi.
BACA JUGA: Jaga Ekonomi Negara Stabil, Menkum HAM Minta MKN Awasi Notaris
Namun merek-merek global telah menarik diri dari negara tersebut, dan ekspor manufaktur turun hampir seperlima dalam setengah tahun hingga bulan Maret.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News