
"Jika, Pilkada di 2024. Maka, Anies sudah lemah, karena tak lagi menjadi gubernur. Dia bisa dikalahkan oleh jagoan dari PDIP atau partai lainnya," ungkapnya.
Ujang memaparkan, bahwa seluruh partai politik sudah melakukan kalkulasi politiknya.
Jadi, partai yang mendukung salah satu opsi, pasti lebih untung jika pilihan itu terpilih.
"Semua sudah berhitung, termasuk dalam hitungan kalkulasi di pilkada. Makanya, Pilkada di 2022 dan 2023 atau di 2024 itu menjadi penting. Sebab, masing-masing partai ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan," ungkapnya.
Secara spesifik, Ujang menjelaskan, PDIP yang mengajukan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini (Risma) pasti kalah apabila ikut di Pilkada DKI Jakarta 2022.
Akan tetapi, Risma bisa berhasil menduduki kursi orang nomor satu di DKI itu apabila Anies sudah tak lagi menjabat.
"Jika pilkada di 2022, Anies masih incumbent, misalkan PDIP dorong Risma, kemungkinan Risma akan kalah. Namun, jika pilkada-nya di 2024 dan Anies tak lagi menjabat gubernur, lalu Risma maju, dia mungkin yang unggul," jelasnya.
Sekadar informasi, draf RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada (RUU Pemilu) tengah bergulir di DPR.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News