GenPI.co - Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang mengatakan bahwa wanita berada dalam posisi yang sangat rentan dalam semua konflik agama, suku, ras, dan golongan.
Menurut Veryanto, kondisi untuk menghormati keberagaman dan merayakan perbedaan di Indonesia mengalami ancaman.
"Ironisnya, hal itu terjadi dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, dengan lebih dari 300 suku serta 800 bahasa dan dialek," ujar dia dalam Festival Penutup Kepala Perempuan Nusantara, Kamis (28/10/2021).
Veryanto menyatakan bahwa indikasi ancaman keberagaman itu tercermin dari kebijakan diskriminatif atas nama agama dan moralitas serta pemaksaan penyeragaman busana.
"Jumlah kebijakan diskriminatif itu bahwa sudah mencapai 421 kebijakan ditambah 32 kebijakan baru sejak 2015," katanya.
Kebijakan diskriminatif tersebut menjadi salah satu penyebab maraknya kasus intoleransi di Indonesia.
Pasalnya, dalam setiap kasus intoleransi, Komnas Perempuan menemukan bahwa wanita merupakan kelompok rentan, selain anak-anak.
"Ancaman teror, kekerasan fisik, hingga kekerasan seksual dialami oleh wanita yang mengalami langsung tindakan intoleransi," ungkap dia.
Veryanto memaparkan bahwa berbagai kekerasan tersebut tak hanya berdampak pada fisik, tetapi juga sosial dan psikis.
"Wanita kerap mengalami trauma, ketakutan, sulit tidur, dan stres. Kondisi itu juga berpengaruh pada kesehatan reproduksi, termasuk gangguan saat kehamilan," ungkap dia.
Selain itu, wanita yang berperan sebagai ibu juga merasa terbebani akibat tindakan intoleransi.
Pasalnya, hal itu mengganggu pendidikan keagamaan bagi anak mereka.
"Termasuk, tidak menginternalisasi kebencian pada kebencian pada kelompok intoleran atau komunitas agama yang identik dengan kelompok intoleran tersebut," tuturnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News