GenPI.co - Akademisi politik Philipus Ngorang menilai bahwa pemerintah memang harus mengintervensi lembaga kajian dan penelitian di Tanah Air.
Namun, bentuk intervensi yang dilakukan pemerintah hanya terkait dengan koordinasi antarlembaga dan pemanfaatan hasil penelitian untuk pembangunan nasional.
"Pemerintah tidak intervensi dalam proses penelitian, tetapi untuk membantu koordinasi antarlembaga riset yang selama ini kurang dirawat," ujarnya kepada GenPI.co, Kamis (13/1).
Menurut Ngorang, banyak lembaga riset di Tanah Air memiliki fungsi yang saling tumpang tindih.
"Misalnya, LIPI itu tumpang tindih dengan BPPT atau Lembaga Eijkman. LIPI dan Lembaga Eijkman itu sama-sama meneliti covid-19," ungkapnya.
Oleh karena itu, lembaga riset sebaiknya bisa berada di bawah satu payung demi mempermudah penggunaan hasil penelitian untuk pembangunan nasional.
Meskipun begitu, peleburan lembaga riset ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tentu akan menemui banyak penolakan.
Misalnya, laporan eks pegawai pemerintah non-pegawai negeri (PPNPN) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ke Komnas HAM.
Selain itu, Komnas HAM juga mengajukan keberatan atas peleburan unit sumber daya pengkajian dan penelitian lembaganya ke BRIN.
"Wajar jika banyak penolakan, karena selama ini mereka bekerja sendiri-sendiri, kini harus bergabung," ungkapnya.
Ngorang pun meminta agar pemerintah bisa memperhatikan para pegawai dan peneliti yang lembaganya digabung ke BRIN.
"Termasuk mereka yang honorer, sebaiknya diperhatikan posisi dan penggajiannya agar tak menimbulkan konflik yang berkepanjangan," tuturnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News