Komnas Perempuan Apresiasi DPR saat Bahas RUU TPKS

29 Maret 2022 19:25

GenPI.co - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasi langkah DPR dalam Pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Menurut Komnas Perempuan, DPR dan pemerintah memiliki atmosfer untuk menghasilkan undang-undang yang komprehensif dalam pencegahan, penegakan hukum, dan pemenuhan hak korban kekerasan seksual.

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan bahwa perkembangan pembahasan tersebut harus terus didukung untuk memastikan enam elemen kunci.

BACA JUGA:  Komnas Perempuan Minta Uji Materiil Permendikbud PPKS Ditolak

“Langkah ini juga harus dipastikan agar saat diisahkan, undang-undang dapat dilaksanakan dengan baik,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (29/3).

Siti memaparkan pembahasan RUU TPKS per 8 Desember 2021 telah mengakomodasi lima dari enam elemen kunci RUU TPKS yang telah direkomendasikan Komnas Perempuan.

BACA JUGA:  Komnas Perempuan Tegas, Singgung Isi Qanun Jinayat

Elemen kunci itu adalah tindak pidana kekerasan seksual serta hukum acara pidana khusus yang meliputi penanganan kasus kekerasan seksual sejak penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan di pengadilan.

Lalu, hak korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihan, serta pemidanaan terhadap pelaku.

BACA JUGA:  Singgung Ketua MA, Komnas Perempuan Bilang Begini

Terakhir, pencegahan kekerasan seksual.

“Elemen yang belum dipenuhi oleh DPR dalam pembahasan RUU TPKS adalah pemantauan dan pengawasan,” paparnya.

Lebih lanjut, Siti meminta agar pemantauan dan pengawasan independen dalam implementasi pelaksanaan UU TPKS bisa dilakukan oleh Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM).

“Di Indonesia ada tiga LNHAM, yaitu Komnas HAM, KPAI, Komnas Perempuan,” ungkapnya.

Siti mengatakan ada beberapa alasan mengapai pemautauan dan pengawasan independen penting untuk dilakukan.

Pertama, memastikan agar tujuan pemberantasan tindak pidana kekerasan seksual sesuai dengan yang dimandatkan dalam undang-undang dapat tercapai.

Kedua, memastikan negara menjalankan kewajibannya dalam penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan HAM, khususnya korban kekerasan seksual secara menyeluruh.

Ketiga, memastikan fungsi pemantauan yang dilakukan sebagai proses check and balances atau correctional system dalam ketatanegaraan dapat terlaksana.

Keempat, mengurangi konflik kepentingan.

“Konflik kepentingan bisa saja terjadi apabila pemerintah sebagai pelaksana UU TPKS juga dimandatkan untuk fungsi pemantauan dan pengawasan implementasinya,” katanya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Pulina Nityakanti Pramesi

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co