Mengenang Kisah Heroik Pejuang Palembang Pertahankan Kemerdekaan

17 Agustus 2019 21:44

GenPI.co— Cara terbaik untuk merayakan HUT ke-74 RI adalah dengan mengenang bagaimana para pejuang mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih pada 17 Agustus 1945. 

Salah satu kisah heroik itu ada di Palembang, Sumatera Selatan, saat warganya berperang selama 5 hari 5 malam melawan penjajah Belanda.

Setelah Jepang menyerah kalah, pasukan Belanda kembali masuk ke kota Palembang secara perlahan-lahan. Kota ini menjadi pusat perhatian mereka karena terdapat dua kilang minyak besar di dekat Palembang, yaitu kilang Plaju dan kilang Sei Gerong. 

Kedua kilang ini telah menjadi rebutan sejak awal perang dunia kedua, karena mampu menyediakan lebih dari 50% pasokan minyak yang dibutuhkan baik oleh Belanda dan sekutu maupun oleh Jepang. Tanpa minyak, mesin perang mereka di Asia Tenggara tidak akan berguna.

Oleh karena itu setelah mendapatkan kembali Palembang, Belanda menempatkan pasukan terbaiknya. Dua diantaranya adalah Divisi Lapis Baja dan Brigade Gajah Merah. 

Divisi Lapis Baja Belanda bersama pasukan infantri lainnya bermarkas di dalam Benteng Kuto Besak di tepi sungai Musi, sementara Brigade Gajah Merah bermarkas di sebelah utaranya, mereka merampas sebuah rumah sakit Katolik yang berada di perbukitan dan menjadikannya markas. 

Pasukan Belanda yang lain menjaga perumahan Belanda di Talang Semut dan kilang minyak di Plaju, Sei Gerong, dan Bagus Kuning.

Tentara, laskar, dan warga Palembang tidak menyukai tindak tanduk tentara Belanda yang kerap merendahkan warga Palembang. 

Seiring waktu berjalan, ketegangan makin memuncak menjelang akhir tahun 1946. Tiga kejadian penting menandai tahap ini, Pertama, saat seorang anggota laskar pemuda ditembak mati tanpa alasan saat berjalan di tepi sungai di depan Benteng Kuto Besak.

Kedua, saat seorang perwira pertama TRI ditembak oleh Belanda saat berkendara motor 100 meter dari markas belanda di RS Charitas.

Kejadian ketiga adalah pemantik yang dilemparkan ke minyak yang sudah tumpah akibat dua kejadian sebelumnya.

Mabuk berat setelah merayakan malam pergantian tahun membuat beberapa tentara Belanda membawa Jeep militer keluar dari Benteng Kuto Besak pada awal pagi 1 Januari 1947. 

Mereka mengebut ke arah Masjid Agung Palembang lalu masuk ke daerah pertokoan di daerah Pasar 16 sebelum kembali ke dalam markas. 

Sepanjang jalan mereka bertemu dengan pos jaga laskar dan sekelompok tentara TRI yang sedang berpatroli di dalam wilayahnya sendiri, sehingga menyebabkan tembak menembak terjadi.

TRI, laskar, dan warga yang telah tidak sabar lagi akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan masalah ini untuk selamanya dan memulai perang, yang akan berlangsung selama 5 hari dan 5 malam di seluruh kota Palembang dan mengakibatkan kehancuran seperlima kota Palembang dan melumpuhkan ekonomi mereka.

Pasukan Belanda unggul dalam persenjataan, mereka punya tank, kapal perang yang berada di tengah sungai Musi, dan satu skuadron  pesawat tempur yang berpangkalan di Talang Betutu. 

Sementara pihak TRI di Palembang, walaupun merupakan pasukan terkuat yang berada di luar pulau Jawa hanya bermodalkan senjata ringan dan menengah.

Senjata tersebut hasil rampasan dari Belanda dan Jepang serta senjata hasil membeli di pasar gelap Singapura yang diselundupkan masuk ke Palembang oleh Tong Djoe, seorang pengusaha lokal yang kelak mendirikan Pelni.

RS Charitas tahun 1940-an (foto: rscharitas.com)

Perang 5 Hari 5 Malam

Perang dimulai pada pukul 11.00 WIB tanggal 1 Januari 1947. Seluruh pasukan TRI dan laskar bergerak mengepung semua posisi Belanda di kedua belah sungai Musi. 

Masyarakat tidak mengungsi karena dua jalan keluar dari Palembang dikuasai oleh Belanda, yaitu sungai Musi tempat kapal perang Belanda membuang sauh dan jalan darat ke arah Sekayu yang berada dalam pengawasan Skuadron udara Belanda.

Perang hari pertama belum membuahkan hasil positif bagi RI, Belanda masih bertahan pada posisinya. Namun berita peperangan segera menyebar ke pasukan TRI dan laskar lainnya di wilayah Sumatera bagian Selatan. Pasukan TRI dari Bandar Lampung, Lahat, Prabumulih, dan Kayuagung memutuskan untuk berangkat ke Palembang menggunakan kereta api.

Perang hari kedua berlangsung makin seru, posisi brigade gajah merah di RS Charitas dan pasukan Belanda di Bagus Kuning terkepung oleh TRI dan Laskar. Pasukan TRI dari Prabumulih tiba dan langsung menganbil posisi di sekitar RS Charitas. 

Pasukan lapis baja Belanda yang hendak membantu berhasil dihadang dan dipukul mundur oleh TRI dan Laskar di sekitar pasar Lingkis (kini eks-pasar Cinde).

Hasil positif muncul di hari ketiga. Pasukan TRI di sisi selatan sungai Musi berhasil merebut kilang minyak kecil di Bagus kuning. 

Senjata api rakitan yang biasa dipergunakan untuk menembak hewan liar membuat pasukan Belanda kocar kacir. Pemimpin militer Belanda Kolonel Mollinger murka, dia memerintahkan serangan udara dan laut kepada pasukan TRI yang berada di Bagus Kuning.

Pasukan itu akhirnya mundur dibawah gempuran artileri kapal perang dan tembakan pesawat tempur Belanda pada keesokan harinya. 

Namun berita gembira keberhasilan itu telah menyemangati pasukan TRI dan laskar di sisi utara sungai Musi. Mereka berhasil kembali memukul mundur pasukan lapis baja yang diikuti truk militer Belanda yang berusaha membuka jalur antara Benteng Kuto Besak dan RS Charitas, kali ini melalui perang jarak dekat, sangking dekatnya seorang anggota laskar bisa berlari naik ke atas tank dan memasukkan bom molotov ke dalam moncong tank. Si anggita laskar tentu saja tewas seketika, namun pasukan Belanda akhirnya mundur. Diganti oleh serangan udara dan laut ke arah berbagai posisi TRI dan laskar di kota Palembang.

Kabar besar datang di hari keempat. Setelah serangan udara berhenti, pasukan TRI yang telah mengurung pasukan Gajah Merah selama empat hari berhasil membuat mereka kehabisan peluru. 

Belanda yang mungkin tidak mengira pertempuran akan sesengit dan selama itu tidak lagi memiliki amunisi, dan tidak bisa mengambil amunisi tambahan di gudang yang berada di gedung berbeda. 

Sniper TRI mengawasi dengan ketat lapangan yang ada di antara pasukan Belanda dan gudang amunisi mereka. Menjelang petang, bendera putih berkibar di RS Charitas. Sesuatu yang awalnya dikira tipuan Belanda oleh para pejuang RI.

Sementara itu selama perang berlangsung, Kerajaan Belanda menyampaikan protes keras kepada pemerintah Indonesia atas apa yang terjadi di Palembang, memaksa pemerintah yang saat itu bermarkas di Yogyakarta melakukan rapat darurat yang lalu menghasilkan keputusan dramatis.

Perang masih berlanjut pada hari keempat di seluruh Palembang kecuali di RS Charitas. Pasukan Belanda di disana mengajukan permintaan perundingan yang lalu diterima oleh TRI. Namun gencatan senjata itu lalu dilanggar sendiri oleh Belanda.

Pada posisi ini, Palembang telah kehilangan banyak pejuang termasuk beberapa perwiranya, belum lagi masyarakat sipil. Salah saru prajurit TRI Darius Tobing menggambarkan situasi di lokasi para sukarelawan PMI mengumpulkan jenazah korban perang, dia melihat orang Palembang, orang Jawa, orang China, Orang India, semuamya bergelimpangan.

Pada hari keempat ini seiring masuknya pasuka dari Lampung dan Lahat maka tigaperempat dari seluruh kekuatan bersenjata di Sumatra Bagian Selatan telah berada di Palembang. 

Semua perwira menyakini jika perang diteruskan Indonesia akan menang. Pada sore harinya datanglah pesan dari Yogyakarta untuk menghentikan peperangan. 

Setelah melewati perdebatan, perintah dari Yogyakarta akhirnya diikuti dengan pertimbangan bahwa perang tidak akan berhenti disini saja. 

Palembang yang terlalu penting akan direbut kembali oleh Belanda dengan mengerahkan pasukan yang lebih besar dan persenjataan yang lebih banyak.

Pada hari kelima, Pemimpin Perang di Palembang Kolonel Bambang Utoto berkeliling ke berbagai front di utara sungai Musi untuk menyampaikan perintag dari Yogyakarta. Tembak menembak akhirnya berhenti pada malam harinya.

Walau mengecewakan, namun peristiwa heroik ini menjadi kebanggaan warga Palembang, yang selalu mereka kenang disaat merayakan HUT ke-74 RI dan sebelum-sebelumnya. 
Momen itu pun mereka abadikan dalam bentuk sebuah museum bernama Monumen Perjuangan Rakyat atau Monpera.

Video seru hari ini:

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Linda Teti Cordina Reporter: Robby Sunata

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co