GenPI.co - Pengamat politik Zaki Mubarak menyayangkan belum adanya regulasi yang mengatur media sosial, terutama menyangkut kode etik.
Apalagi menurutnya, konten media sosial seperti TikTok, YouTube, termasuk podcast, tidak masuk ranah pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
"Menurut saya sudah perlu adanya regulasi yang mengatur media sosial," ujar Zaki kepada GenPI.co, Kamis (12/5).
Namun, akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu memberikan catatan untuk regulasi yang bisa dibikin.
"Tidak bersifat repressif dan menghambat kebebasan berekspresi," tambahnya.
Sebab, ia merasa ada kekhawatiran publik bahwa pembuatan regulasi dan kode etik itu akan berbahaya jika malah membungkam suara-suara kritis.
"Banyak contoh, mereka yang mengkritik pemerintah, hal yang lumrah dan dijamin di alam demokrasi tapi malah ditangkap dan dipenjara," tuturnya.
Menurutnya, dengan adanya regulasi dan kode etik justru penegak hukum sering gagal paham bahwa kritik, meme, parodi, sindiran, kepada penguasa adalah bagian kebebasan berekspresi.
"Bukan penghinaan atau pelecehan kepada pejabat negara," lanjutnya.
Jadi, selain kode etik yang mengatur media sosial perlu, Zaki menilai mindset dari para penegak hukum juga perlu dibenahi.
Harapannya, supaya tidak muncul tuduhan-tuduhan kriminalisasi dalam berekspresi atau mengeluarkan pendapat oleh para pengguna media sosial.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News