Mengembangkan Potensi Pariwisata Hutan Produksi, ini Masalahnya

23 Agustus 2019 12:23

GenPI.co – Kegiatan usaha jasa lingkungan wisata alam pada hutan produksi diatur dalam  Permen LHK No.P.31/MenLHK/Setjen/Kum.1/3/2016. Lalu ada juga Permen LHK No.P.49/Menlhk/Setjen/Kum.1/9/2017 tentang kerjasama pemanfaatan hutan pada KPH untuk jasa lingkungan.

Hal itu disampaikan Kasubdit Usaha Jasa Lingkungan, Kementerian LHK Wahyu Nurhidayat dalam Bimtek Izin Usaha Penyedia Sarana Wisata Alam di Kawasan Hutan Produksi. Kegiatan itu berlangsung di Swiss-Belhotel Harbour Bay Batam, Kamis (21/8).

 “Sampai saat ini, terdapat 7 perusahaan yang telah memperoleh izin dari Gubernur. Yaitu 5 di Provinsi Kepulauan Riau, 1 di Provinsi Bangka Belitung, dan 1 di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Silahkan saja mengembangkan Hutan, karena nantinya akan menjadi daya tarik yang mumpuni,” ujarnya. 

Baca juga:

Gunakan OSS, Kepri Percepat Izin Usaha Wisata Alam

Promosikan Bintan ke Jepang, Kemenpar Gandeng Super Dragon

Selain itu, terdapat 8 Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) yang telah mengembangkan wisata alam rintisan. Yakni KPHP Ladongi, KPHP Gunung Duren, KPHP Tabalong, dan KPHP Gula Raya. Kemudian KPHP Sawandori, KPHP Bacan, KPHP Sorong, dan KPH Manggarai Barat. 

“Masalahnya, Permen LHK No.P.49 dibatasi hanya untuk 10 tahun. Ini yang membuat kurang menarik bagi investor untuk kerjasama dengan KPH dalam  mengembangkan wisata alam di wilayah kerja KPHP,” bebernya.

Lebih jauh Wahyu Nurhidayat mengatakan, KPHP sebagai pengelola di tingkat tapak, belum siap untuk mengembangkan wisata alam di wilayah kerjanya. Umumnya, lokasi kawasan hutan produksi berada di daerah terpencil  dengan akses yang terbatas. Selain itu, Sumber Daya Manusia yang memiliki kompetensi di bidang wisata alam, masih sangat kurang.

Asdep Pengembangan Wisata Alam dan Buatan Kemenpar Alexander Revaan menambahkan, perlu adanya revisi Permen LHK No.P.49/2017. Ini penting, agar dapat memberikan kepastian bahwa kerjasama pengembangan wisata alam dengan KPH di wilayah kerjanya, dapat dilakukan minimal 20 tahun.

“Harus ada pendampingan terhadap KPHP untuk penyusunan dokumen perencanaan desain tapak. Termasuk pelatihan pemandu wisata, pengelolaan wisata alam, dan memfasilitasi untuk studi banding. Serta pemberian bantuan prasarana untuk wisata alam,” ucapnya.

Lebih dari itu, harus ada sosialisasi terhadap para investor untuk berinvestasi dalam pengembangan wisata alam pada hutan produksi. Khususnya di daerah-daerah yang prospektif. Seperti Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bangka Belitung, NTB dan NTT.

Video viral hari ini:

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co