LPSK Beber Kasus Penyiksaan di Indonesia, Pejabat Jadi Dalangnya

24 Juni 2022 21:15

GenPI.co - Dalam rangka memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional pada 26 Juni 2022, tim Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) menyebut praktik penyiksaan masih marak terjadi di Indonesia.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution mengatakan pihaknya mencatat ada 13 kasus penyiksaan yang masuk ke LPSK pada 2020, 28 kasus pada 2021, dan 13 kasus pada Januari-Mei 2022.

"Apakah ada penyiksaan di Indonesia? Ada. Walau datanya belasan atau puluhan, tetapi kami meyakini penyiksaan ini gejala gunung es. Tidak semua masyarakat Indonesia yang mengalami atau melihat itu punya keberanian melapor," ungkapnya dalam media briefing memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional oleh Tim KuPP bersama Komisi Nasional Disabilitas (KND), di Jakarta, Jumat (24/6).

BACA JUGA:  Ada Lembaga yang Jadi Tempat Penyiksaan Anak, Kata KPAI

Dia mengatakan fenomena itu tak lepas dari situasi di Indonesia yang belum mengatur soal mekanisme pencegahan penyiksaan dalam undang-undang induk.

Sampai saat ini, Indonesia diketahui belum meratifikasi protokol opsional konvensi dunia melawan penyiksaan atau Optional Protocol Convention Against Torture (OPCAT).

BACA JUGA:  Update Kerangkeng Bupati Langkat, LPSK Harapkan Ini ke Polri

Maneger mengatakan, dengan situasi fenomena penyiksaan di Tanah Air yang begitu tinggi, pemerintah Indonesia sudah seharusnya menjadikan ratifikasi OPCAT sebagai agenda sekaligus warisan Presiden Joko Widodo.

"Tahapan penyiksaan yang kami analisis itu memang yang tertinggi pada tahap penangkapan. Kedua, ketika ada penyelidikan. Ketiga, justru di luar proses hukum. Baru, keempat, dalam masa tahanan," paparnya.

BACA JUGA:  Pelaku Kekerasan Seksual Mayoritas Orang Dekat Korban, Kata LPSK

Dia tidak menampik bahwa adanya kalangan pejabat negara yang turut menjadi aktor di balik terjadinya penyiksaan tersebut. 

"Aktor atau pelaku dari penyiksaan itu pertama memang pejabat atau penyelenggara negara. Kami punya beberapa data terkait itu. Kedua, aparatur. Ketiga, pejabat publik," tutur Maneger.

LPSK juga menemukan pola penyiksaan yang dilakukan secara kolaboratif antara masyarakat sipil dengan penyelenggara negara.

"Misalnya, yang terjadi di Sumba. Yang manas-manasi, menghasut tentara untuk melakukan kekerasan itu anggota DPR," imbuh Maneger.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Hafid Arsyid Reporter: Theresia Agatha

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co