GenPI.co - Penghapusan kelas rawat inap BPJS menjadi kelas rawat inap standar (KRIS) di rumah sakit harus dilakukan bertahap.
Hal itu diungkapkan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti. Ia mengatakan, pelaksanaannya harus hati-hati dan tidak tergesa-gesa.
“Perubahan ini memerlukan proses yang komprehensif dan lebih baik lagi," ujarnya Ali dikutip ANTARA, Selasa (5/7).
Menurut dia, perubahan menjadi Kris harus pelan-pelan, karena di rumah sakit juga perlu melakukan perubahan fisik ruang rawat inapnya.
Bagi rumah sakit pemerintah daerah untuk melakukan perubahan fisik bangunan, tentunya membutuhkan tahapan yang lebih lama, karena ada persetujuan dengan DPRD setempat.
Selain itu, imbuh dia, perlu duduk bersama untuk merumuskan kembali yang tepat seperti apa, termasuk untuk kesiapan rumah sakitnya sendiri.
Apalagi, rumah sakit juga harus memenuhi sejumlah kriteria yang ditetapkan, salah satunya terkait standar ruang rawat inapnya.
"Sebelum diputuskan, tentunya perlu ada perumusan kembali dan kesepakatan tentang tujuan dan definisi KRIS. Bagaimana kriterianya, apakah fisik dan nonfisik," ujarnya.
Misalnya, untuk kriteria nonfisik, karena ada pertanyaan dari pasien terkait anggapan dipulangkan lebih awal.
Jika belum ada petunjuk klinis medisnya, seharusnya jangan dipulangkan, sehingga muncul persepsi sudah harus pulang atau dananya tidak cukup.
Untuk itu, kata dia, perlu pertimbangan yang komprehensif dan lebih matang serta seksama, sehingga perlu waktu untuk perumusannya.
Rumah sakit yang dinyatakan siap melaksanakan uji coba penghapusan kelas rawat inap BPJS Kesehatan, meliputi Rumah Sakit dr. Sardjito di Yogyakarta, RS TNI AD Reksodiwiryo di Padang Sumatra Barat, dan RS Pongtiku Toraja Utara.(ANT)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News