Lucius Karus Formappi Sebut Produktivitas DPR Tidak Luar Biasa

14 Agustus 2022 14:35

GenPI.co - Peneliti Fungsi Legislasi Formappi Lucius Karus blak-blakan mengatakan produktivitas DPR RI tidak luar biasa.

Menurut Lucius dinamika pembahasan RUU pada Masa Sidang V bisa dikatakan terlihat cukup produktif jika melihat total RUU yang akhirnya bisa disahkan oleh DPR.

Dirinya mencatat ada 11 RUU yang berhasil disahkan pada Masa Sidang V.

BACA JUGA:  Patung Tikus Kantor Warnai Demo Buruh di Gedung DPR RI

Namun, kata Lucius, dari 11 RUU yang disahkan tersebut, hanya 3 RUU yang berasal dari Daftar RUU Prioritas 2022.

"Delapan RUU lainnya merupakan RUU Kumulatif Terbuka yang semuanya terkait UU Provinsi (5 RUU, Red) dan DOB.

BACA JUGA:  DPRD DKI Enggan Lepas Saham PT Delta, Begini Kata Riza Patria

(3 RUU DOB Papua, Red)," ujar Lucius kepada GenPI.co, Minggu (14/8).

Lucius menyebut dengan demikian produktivitas legislasi sesungguhnya biasa biasa saja karena tiga RUU yang disahkan dari Daftar RUU Prioritas 2022 tentu bukan sesuatu yang mengagumkan.

BACA JUGA:  Desy Ratnasari Sebut Orang DPR Tak Setuju Dirinya dengan Nassar

"Tambahan RUU cluster Kumulatif Terbuka memang selalu mampu menutup potret kinerja rendah DPR dalam melaksanakan fungsi legislasi," imbuhnya.

Selain produktivitas yang tidak luar biasa, kata Lucius, dinamika pembahasan RUU pada Masa Sidang V sesungguhnya mengecewakan.

Lucius melihat hal itu setidaknya dari kebiasaan DPR yang masih suka memperpanjang pembahasan RUU.

Menurut dia, Formappi telah mencatat ada tiga RUU yang pembahasannya diputuskan untuk diperpanjang.

"Yang lebih mengecewakan ialah keputusan DPR untuk menghentikan proses pembahasan RUU Penanggulangan Bencana," ungkapnya.

Sebab, menurutnya, tuntutan penguatan regulasi kebencanaan sesungguhnya merupakan kebutuhan mendesak, terutama mengingat kerawanan bencana alam di Indonesia.

"Bagaimana bisa DPR justru menghentikan pembahasan RUU yang tuntutan kebutuhannya sangat jelas? Apalagi alasan penghentian itu tampak sangat elitis, yakni karena perbedaan sikap antara pemerintah dan DPR terkait posisi BNPB dalam proses pembahasan," ucap Lucius.

Di sisi lain, tambahnya, pengesahan revisi UU PPP atau Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juga sulit diapresiasi karena dilakukan melalui proses yang tidak cukup partisipatif.

Sebab, Lucius menyebut ada pro-kontra mengenai mekanisme omnibus dan bagaimana hubungannya dengan revisi UU Cipta Kerja masih menggantung.

"Namun, tiba-tiba saja DPR dan pemerintah meninggalkan semua kontroversi itu dengan mengesahkan Revisi UU PPP di pekan pertama MS V," katanya.

Menurut Lucius, dari gerak-gerik pembahasan kilat dan minim partisipatif itu, terlihat jelas bahwa revisi UU PPP memang sekedar untuk mengantisipasi revisi UU Cipta Kerja yang terancam dibatalkan seluruhnya jika tak direvisi selama dua tahun sejak keputusan MK dibacakan.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co