Anak-anak di Indonesia Timur Harus Terus Bersekolah untuk Masa Depan yang Hebat

26 September 2022 07:10

GenPI.co - Yayasan Indonesia Mengajar merampungkan Konferensi Pendidikan di Indonesia Timur, yang dihelat dua hari di Gedung A Kemendikbud, Jakarta, Minggu (25/9/2022).

Acara ini dibuat untuk menampik stigma negatif soal pendidikan di Timur Indonesia.

Sekaligus melahirkan solusi konkret, kiat, tips dan rekomendasi bersama dari para relawan yang mengabdikan diri selama setahun penuh di pelosok daerah menjadi guru, pengajar untuk anak-anak Indonesia Timur.

BACA JUGA:  Berwisata Sambil Belajar di Museum Pos Indonesia Bandung

Indonesia Timur yang merujuk pada NTT, Maluku dan Papua, sudah terstigma minus dari fasilitas, sarana prasarana, karakter orang yang keras dan menakutkan, menenganggan dengan konflik dan kurang diperhatikan.

Anak-anak disana juga banyak yang putus sekolah karena masalah ekonomi, dan harus membantu keluarga mencari nafkah.

BACA JUGA:  Keren! Mahasiswa UGM Ciptakan CLEO, Permainan Kartu untuk Belajar Kimia

Hal tersebut tentu saja menjadi benang kusut yang harus diurai dan dikerjakan satu demi satu oleh siapa saja, termasuk relawan Indonesia Mengajar yang selama 12 tahun ini membantu dengan segala yang mereka bisa, dengan akomodasi dan bekal yang seadanya, dan tak boleh pulang sebelum purnatugas setahun penuh.

Yogi Adjie Driantama menjadi salah satu peserta Konferensi Pendidikan di Indonesia Timur yang peduli dan mengabdikan hidupnya untuk pendidikan anak Indonesia.

BACA JUGA:  Indonesia Belajar Rekahkan Senyum Anak Pelosok di Timur Indonesia

Yogi mendirikan sebuah sekolah untuk anak-anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah atau putus sekolah karena berbagai hal, seperti finansial, keadaan keluarga sampai dengan anak-anak yang pernah terlibat masalah hukum.

Sekolah itu ada dan lahir dari pengalaman traumatis Yogi yang pernah putus sekolah karena masalah finansial.

"Berdasarkan pengalaman pribadi, dimana dahulu saya putus sekolah kemudian memilih bekerja serabutan. Sampai di tahun 2018 akhirnya saya memutuskan untuk resign dari tempat saya bekerja, kemudian saya inisiatif untuk menggunakan sedikit tabungan saya dan mendirikan sekolah untuk anak-anak putus sekolah," ungkap Yogi saat ditemui di Gedung A Kemendikbud, Jakarta.

Sekolah gratis yang didirikan Yogi Adjie Driantama selaku Founder & Director, berada di Kota Medan.

Salah satu alasan Yogi menginisiasi ini semua adalah karena Kota Medan memuliki angka anak putus sekolah yang cukup tinggi.

"Pada tahun kedua sekolah ini berdiri, kami memutuskan untuk bisa menerima anak dari setiap provinsi, untuk anak yang memang ingin melanjutkan sekolah formalnya. Dimana di setiap kota kami juga mempunyai relawan yang nantinya mereka akan melakukan interview ataupun seleksi untuk mengecek keseriusan atau minat anak tersebut untuk melanjutkan sekolah lagi," terangnya.

Untuk mendaftar, syarat utamanya mulai dari faktor usia, dimana minimal 17 sampai dengan 25 tahun. Kami memilih umur segitu karena umur segitu merupakan usia produktif yang dimana kami sendiri membuka pelajaran di bidang basic kreatif dan bidang teknologi, desain komunikasi visual.

Harapannya, anak-anak ini akan memiliki perkerjaan yang layak, dengan base on skill yang kita ajarkan. Selanjutnya yaitu harus anak yang putus sekolah, dan dari anak yang kurang mampu.

Adapun, jika tertarik dengan aktivitas dan syarat bergabung dengan Yogi di Semut Semut, bisa melalui website semutsemut.org atau sosial media instagram @semutsemut

Sementara, untuk yang berada di daerah Medan, maka bisa langsung datang ke Jln. Hamonika Baru Ambasador Residance No.13.

Selain menghadirkan sosok inspiratif, Konfenresi Pendidikan di Indonesia Timur juga mensimulasi kegiatan-kegiatan inspiratif untuk anak anak Indonesia, salah satunya melalui Komunitas Tembokpedia.

Tembokpedia merupakan komunitas yang dinaungi oleh Indonesia Mengajar.

Dalam komunitas ini, terselenggara berbagai acara edukatif, khususnya menggambar dengan kreasi di tembok atapun di spot-spot tertentu.

Tembokpedia hadir menjadi wadah para anak muda untuk lebih peduli terhadap lingkungan, kreatif dalam mengembangkan ide yang dituang melalui seni menggambar ataupun mewarnai.

Tembokpedia sendiri cukup positif dan ispiratif karena bisa membuat anak lebih kreatif, komunikatif bersosialisai dan betanggung jawab.

"Pasti pernah kita melihat tembok-tembok di jalan yang digambar sesuka hati, mulai dari kata-kata kasar, ujaran kebencian sampai dengan gambar tak senonoh pun terkadang dapat dijumpai di jalan. Lebih parahnya, terkadang gambar atau coretan tersebut tidak sesuai dengan tempat atau semena-mena," jelas relawan komunitas Tembokpedia Tri Widyastuti.

Selain itu, Tembokpedia merupakan gerakan kerelawanan yang bertujuan untuk mengasah kreatifitas anak-anak dengan mewarnai atau menggambar.

"Saat kami ingin mengadakan suatu acara, kami akan melakukan pendalama atau mencari isue, seperti jika anak-anak di daerah tersebut lebih suka bermain HP lalu malas belajar. Dan setelah itu, kami akan mengajak untuk mereka mau berkontribusi mau aktif dan belajar bersama," jelas Wiwid.

Komunitas Tembokpedia sendiri saat ini sudah berada di 11 kota, yaitu Jakarta, Bandung, Tangerang, Bekasi, Sumedang, Makassar, Konawe, Pontianak, Temanggung, Jombang, dan Sula di kepulauan Maluku Utara.

Komunitas Tembokpedia membuka pintu untuk siapa saja yang ingin menjadi anggota, dapat mendaftar melalui sosial media instagram @tembokpedia.id.

Konferensi Pendidikan di Indonesia Timur yang menghadirkan para alumni dan relawan Indonesia Mengajar yang bertugas di NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat ini mempertemukan mereka semua yang sevisi, semisi dam sehati dalam satu ruang bersama yang sangat akrab.

Mereka selama ini tak bersua secara fisik, tapi terus sehati dengan cinta yang satu dan sama.

Uniknya, selama kegitan ini, para peserta memakai dresscode dengan irama kain tenun beragam motif, pola dan jahitan.

Mereka megalungkan leher dengan selempang tenun, yang adalah kenang-kenangan dari tempat mereka mengabdi selama setahun tanpa pulang kampung dan tanpa dibayar itu.

Konferensi ini juga menjadi "Timur Banget", karena sepanjang acara terus diputar musik dan lagu-lagu dari NTT, Maluku dan Papua, dengan genre beragam dan kekinian.

Hebatnya, hanya beberapa dari mereka yang berasal dari Indonesia Timur. Kebanyakan mereka dari luar tiga daerah tadi.

Di tempat yang sama, Ketua Yayasan Indonesia Mengajar Hikmat Hardono mengharapkan api semangat dan abdi ini harus tetap dan terus menyala.

"Indonesia Timur punya banyak persoalan. Kami berharap, kami dapat mendengar dan berbagi untuk dapat bersama-sama memajukan pendidikan di setiap daerah. Kami berharap juga, para pendidik lebih kuat dan lebih berani dalam mendidik setiap anak Indonesia, khususnya di belahan Timur ini," tutur dia.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Luthfi Khairul Fikri

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co