GenPI.co - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan agar tindak lanjut Undang-Undang Perlindungan Data pribadi (UU PDP) menjamin rasa aman dan privasi perempuan.
Hal ini dimaksudkan untuk mengakomodasi pengalaman dan kepentingan perempuan sebagai salah satu kelompok rentan yang berpotensi mengalami pelanggaran hak terkait data pribadi dan hak privasi.
”Meski demikian, penting diapresiasi bahwa UU PDP juga telah memberikan perhatian pada kerentanan khusus anak dan disabilitas,” ujar Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin dalam keterangan pers, Jumat (30/9).
Mariana mengatakan pelindungan terhadap hak privasi perempuan merupakan bagian dari jaminan hak Konstitusional yang perlu dipenuhi oleh negara, sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 28G Ayat (1), 28H Ayat (4) dan 28I Ayat (4).
Pelindungan ini juga merupakan bagian dari prinsip hak atas privasi yang dijamin oleh Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.
“Kewajiban perlindungan ini dapat diwujudkan Pemerintah dengan berbagai pendekatan, termasuk penyusunan legislasi,” paparnya.
Komnas Perempuan mencatat 16 kasus pada 2017, meningkat menjadi 97 kasus pada 2018, menjadi 281 kasus pada 2019, 940 kasus pada 2020, hingga 1721 kasus pada 2021.
Artinya, terjadi kenaikan 83 persen kasus dari tahun 2020 ke tahun 2021.
Di antara dari kasus-kasus yang melibatkan penyalahgunaan data pribadi perempuan untuk kekerasan siber, terutama dalam bentuk doxing, impersonasi, dan morphing.
Sayangnya, UU PDP dinilai tidak menunjukkan kerentanan dan dampak yang berbeda antara laki-laki dan perempuan akibat pelanggaran data pribadi.
“Selain itu, UU PDP tidak memberikan hak pemulihan bagi korban pelanggaran larangan dan dengan memperhatikan kebutuhan khusus berbasis gender akibat penyalahgunaan data pribadi,” paparnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News