Memahami Pro Kontra RUU PKS yang Batal Disahkan DPR

06 Oktober 2019 13:53

GenPI.co - Sekretaris Majelis Nasional FORHATI Jumrana Salikki, mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Menurutnya Beberapa pasal  mengenai tindakan seksualitas tertentu yang bisa dianggap pidana oleh RUU PKS.

Hal itu ia ungkapkan saat menjadi narasumber dalam Diskusi pro kontra RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS)  yang digelar Komunitas Jurnalis Berhijab (KJB), Sabtu (5/20) di Jakarta.

Baca juga: Angkat Isu Lingkungan, Intip Bocoran Koleksi Desainer di JFW 2020

Dikhawatirkan, pasangan suami-istri pun bisa jadi tersangka. Selain itu, Forum Alumni HMI-Wati (FORHATI) menilai, RUU PKS mengabaikan sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan yang Maha Esa,” ujar Jumrana.

Setali tiga uang, Sekretaris Komisi Ukhuwah MUI Ustadz Dr. Wido Supraha menyatakan, RUU PKS dibuat oleh semangat feminisme. Padahal, feminisme bertentangan dengan ideologi.

“Ini teori feminisme. Feminisme itu ruh RUU PKS. Kami tidak ingin turun ke detail tapi melihat secara filosofi. Agama dan feminisme radikal itu berseberangan”, ungkap Wido. 

Pernyataan MUI dan FORHATI itu dibantah oleh Wakil Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Dr. Budi Wahyuni yang juga hadir sebagai narasumber membantah tudingan RUU PKS pro feminisme. 

“Feminis itu bisa laki-laki, bisa perempuan”, ujar Budi. 

Baca juga: KJB Mengupas RUU PKS Bareng Inaya Wahid dan MUI, Yuk Gabung!

Aktivis pembela korban kekerasan seksual ini melanjutkan, semangat RUU PKS adalah melindungi korban kekerasan seksual dari aspek hukum acara pidana. 

“RUU PKS menambahkan alat bukti lainnya, yakni keterangan korban, surat psikolog, rekam medis, untuk mendukung pembuktian”, ungkap Budi. 

Aktivis PerEMPUan, komunitas yang mengadvokasi korban pelecehan seksual di angkutan umum, Rika Rosvianti, turut mendorong RUU PKS segera disahkan.

Rika menjelaskan saat ini terjadi kekosongan hukum dan cenderung pengabaian dari penegak hukum terhadap korban kekerasan seksual, khususnya di sarana transportasi umum. 

Karena itu, Rika turut mendorong segera disahkannya RUU PKS. 

“Kalau Anda kecurian, Anda mungkin teriak. Tapi korban pelecehan, dia akan diam dan menyimpan kepanikan selama beberapa saat. Ketika ke kantor polisi ditanya ‘buktinya apa’? Korban, kebanyakan tidak bisa membuktikan. Akhirnya kasusnya menguap begitu saja”, tutur Rika. 

Tudingan RUU PKS tidak sesuai dengan asas Ketuhanan Yang Maha Esa juga tegas dibantah Rika.

"Sila Ketuhanan Yang Maha Esa justru terwujud dalam RUU PKS, yaitu bahwa setiap orang harus menjaga dan melindungi dirinya sebaga bentuk tanggung jawab atas tubuh yang diberikan oleh Tuhan," ungkap Rika

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co