Ramainya Pasar Setan, Siapa Sosok Kakek Lusuh Penolong Kami?

26 Desember 2019 20:00

GenPI.co - Setiap orang pasti memiliki pengalaman mistis yang berbeda. 

Kali ini saya akan sedikit berbagi sebuah kisah horor saat mendaki gunung Merbabu di Jawa Tengah.

Tahun 2014, saya melakukan pendakian gunung pertama bersama tiga orang teman, yakni Bagol, Rama dan Imam. 

BACA JUGA: Makhluk Tak Kasatmata itu Mengikutiku dari Bandung, Siapa Dia?

Saya memulai pendakian jam 1 siang dari jalur Cunthel. 

Jalur itu adalah salah satu akses pedakian dari empat jalur lainnya.

Saya memilih jalur tersebut berdasarkan saran salah seorang teman, katanya bakal memberikan tantangan yang luar biasa.

BACA JUGA: Menhan Prabowo Subianto Diam-diam Dinasihati Luhut Panjaitan

Jelas, jalur cunthel terkenal cukup berat bagi pendaki pemula untuk saya. 

Kendati demikian, saya tidak terlalu memikirkannya dan terus melanjutkan perjalanan.

Waktu itu sedang awal musim hujan, saya pun sempat terjebak di basecamp karena menunggu hujan reda. 

BACA JUGA: Operasi Militer Sukses, Menhan Prabowo Subianto Langsung ke Sini

Setelah mulai reda, ditemani rintikan gerimis selama 3 jam lebih membelah hutan gunung Merbabu untuk sampai di pos 4, pilihan tempat bermalam sebelum pos pemancar.

Pos empat memang tampak luas seperti tanah lapang, keindahan alam yang disajikan pun cukup luar biasa, dengan lautan awan dan gagahnya gunung Merapi yang berdekatan.

BACA JUGA: Wow... Paspampres Diusulkan Seperti US Secret Service Amerika

Tidak ada rasa khawatir, saya segera mendirikan tenda di bagian pojok kanan. 

Posisi yang dipilih terhalang pohon-pohon agar mencegah angin langsung tertuju ke tenda kami.

Saya pun memasak bersama tiga teman lainnya untuk mengisi perut sebelum beristirahat. 

BACA JUGA: Wow... Lihat Kehebatan Pasukan Korps Wanita AL Indonesia Ini

Sebab, pagi harinya masih akan melanjutkan perjalanan ke puncak.

Selepas itu, sekitar jam 7 malam semua memutuskan tidur lebih awal.

Tetapi ketika jam 12 malam saya dan seorang teman yakni Rama terbangun. 

BACA JUGA: Luar Biasa... Museum Nabi Muhammad SAW Akan Dibangun di Indonesia

Di saat tengah malam itu, kami mendengar suara orang-orang berbicara dengan bahasa Jawa, terdengar cukup ramai sekali.

Bahasa Jawa adalah kelemahan diri saya dan tema saya. Jadi kami pun tidak tahu artinya.

Tidak hanya suara saja, di sekitar tenda banyak sekali suara langkah kaki. 

BACA JUGA: Ancaman Banjir Besar di Indonesia, Ini Daftarnya Menurut BNPB

Dalam hati kami mengatakan senang mendengarnya, karena sepanjang pendakian di siang tadi tidak berjumpa sama sekali dengan pendaki lain.

Memang waktu itu, hari yang dipilih untuk mendaki bukan saat libur ataupun akhir pekan, tapi hari kerja jadi wajar pendakian sepi.

Di dalam tenda sekitar satu jam mendengar suara itu. Rasa penasaran dan rasa heran tidak muncul pada kami semua, minimal untuk menyapa keluar dengan membuka tenda.

BACA JUGA: Air Kelapa, Solusi Alami Penderita Diabetes Tipe-2 dan Jantung

Saya malah memutuskan untuk kembali tidur dan bersama satu teman saya juga. 

Sebelum memejamkan mata saya berkata:

"Besok pagi bakal rame nih di tempat camp, jadi ada teman ngobrol," ujar saya.

Jam 5 pagi alarm berbunyi. Dingin suhu gunung Merbabu membuat saya masih betah berada dalam sleeping bag dan enggan keluar tenda.

BACA JUGA: Radang Tenggorokan? Ini 6 Herbal Alami Tokcer Tanpa Ampun

Satu teman ingin keluar dan saya berkata:

"Coba ke tenda sebelah sana ngobrol-ngobrol, semalam soalnya rame banget," pinta saya.

Ketika dia keluar, tidak melihat tenda satupun di sekitar tempat saya bermalam. 

Saya pun memutuskan menghampirinya di luar.

BACA JUGA: Tulang Ikan Menyangkut di Tenggorokan? Ini Cara Mengatasinya...

Benar saja tidak ada tanda-tanda aktivitas sama sekali. 

Rasa penasaran semakin memuncak, saya bergegas melihat apakah di belakang tenda ada jalur pendakian?

Nyatanya lokasi yang saya pilih tidak ada jalur pendakian sama sekali. 

Saya pun lantas berpikir, jadi yang lewat samping tenda dan banyak suara itu siapa semalam.

Sementara, jalur pendakian selanjutnya menuju pos pemancar berada cukup jauh di depan tempat saya bermalam.

Tidak mau berlarut dengan kejanggalan itu, saya pun melanjutkan pendakian bersama tiga orang teman lainnya.

Lelah dan teriknya matahari menemani pendakian pagi itu. 

Namun, panorama yang diberikan gunung Merbabu seakan membayar semuanya.

Sekitar jam 11 siang, kami sampai di jalan simpangan untuk ke puncak Syarif dan Kenteng Songgo. 

Di lokasi itu, saya memutuskan memasak untuk makan siang agar energi kembali fit.

Perlahan awan mendung serta gerimis datang dan pergi silih berganti. 

Imam salah seorang teman saya berucap takabur, 

"Paling hujan lewat doang," ujarnya.

Dan benar, hanya sesaat panas kembali muncul.

Tetapi yang tak diduga datang, awan mendung kembali menyapa dengan hujan lebat sekali. 

Namanya pendaki pemula tidak ambil pusing dan tidak mengetahui bahwa itu bisa berisiko untuk keselamatan.

Kami pun tetap asik makan sop panas di atas kompor spirtus dan saling bergantian memakai jas hujan.

Setelah bersantap makan selesai, kami pun melanjutkan perjalanan ditemani hujan lebat. 

Langkah demi langkah terus menapaki gunung Merbabu, dan akhirnya puncak Kenteng Songgo sudah di depan mata.

Saya pun tinggal melewati satu tanjakan terakhir. 

Derasnya air dari atas puncak memperlambat laju saya.

Namun dalam keletihan tersebut, keajaiban alam terjadi. 

Kami di Hujani batu es, esnya berbentuk bulat-bulat yang terus berjatuhan selama 20 menit.

Saat berjuang ke tanjakan terakhir, Bagol mengalami keram kaki di jalur yang dialiri derasnya air hujan itu.

Kami pun membantu Bagol agar segera sampai puncak, karena air semakin deras dan semakin berat langkah untuk mendaki.

Berada di puncak pun tidak lama hanya duduk sekitar 5 menit, tanpa mengabadikan momen karena hujan.

Saya langsung memutuskan untuk turun lewat jalur Selo. 

Bermodalkan peta yang diperoleh dari base pendakian saja, tanpa ada kompas ataupun alat navigasi lainnya.

Buta jalur Selo, itulah yang saya dan ketiga teman saya hadapi. Karena baru pertama kali mendaki Gunung ini.

Berada di sisi lain Gunung yang memiliki ketinggian 3145 mdpl dihadapi dengan panorama bukit savana. 

Hijaunya yang tampak segar, membuat mata memandang penuh ketakjuban.

Berjalan ditemani lebatnya hujan dan licinnya jalur. Membuat Kami bertiga silih berganti terjatuh.

Selama 4 jam berjalan kami pun tidak menemukan tanda-tanda bahwa ada pos peristirahatan. 

Saya, berpikir mungkin tersesat.

Saya pun terus berjalan dengan berselimut kegundahan hati.

Hari semakin sore, tetapi belum sampai ke basecamp pendakian.

Sampai akhirnya, kami menjumpai pipa air bersih dan kakek tua bersama dua nenek membawa kayu bakar. 

Kakek itu menggunakan baju putih sudah lusuh sekali, sementara kedua nenek itu masing-masing mengenakan pakaian khas Jawa untuk aktivitas sehari-hari.

Saya pun bertanya, jalur menuju perkampung warga lewat mana, kakek itu hanya menunjukan jalan dengan tangan tanpa berkata lalu berjalan lebih dahulu.

Di persimpangan jalan, kakek dan nenek kembali menunggu.

Sementara kami bertiga sudah gontai langkahnya karena terlalu lelah.

Kakek itu kembali mengarahkan telunjuknya sembari kembali jalan lebih dahulu. 

Untuk yang ketiga kalinya, ada persimpangan jalan, dan hal serupa juga terjadi.

Saya pun akhirnya memutuskan jalan lebih dahulu bersama ketiga teman saya dan meninggalkan kakek dan dua nenek itu dibelakang.

Akhirnya dari kejauhan tampak ladang perkebunan warga.

Saya menunggu kakek-nenek itu untuk menyampaikan rasa terimakasih. 

Sambil beristirahat, sekitar satu jam tidak ada tanda-tanda mereka.

Hari pun semakin sore menjelang magrib, sang kakek dan nenek tidak kunjung lewat dan saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.

Sampai di permukiman warga saya bertanya-tanya kepada penduduk jalur pendakian Selo. 

Ternyata dari cerita warga setempat, bahwa kami dipastikan tersesat jalurnya.

Sementara, pengalaman kami di saat bermalam di pos empat tersebut, ternyata dikenal sebagai pasar setan.

Warga setempat pun mengungkapkan, bahwa sering kali banyak yang mengalami hal serupa di Gunung Merbabu.(*)
 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co